Membangun Spriritualitas Hemat Energi
Oleh Romi Febriyanto Saputro
Artikel ini berhasil masuk nominasi Final 10 Besar dalam Bisnis Indonesia Writing Contest : Hemat Energi Secara Total Tahun 2015
Tahun 2014 lalu, Jerman kembali dinobatkan
sebagai negara yang paling efisien dalam penggunaan energi di dunia.
Sebagaimana diberitakan oleh redaksi hijau.com, pemeringkatan oleh American
Council for an Energi-Efficient Economy (ACEEE) ini juga menempatkan Italia, Uni Eropa, China
dan Perancis dalam peringkat atas efisiensi energi global.
Di tanah air gerakan hemat energi baru
dilakukan sebatas meluncurkan peraturan yang sampai saat ini hanya menjadi
macan kertas belaka. Pelaksanaan dari peraturan ini baru menjadi mitos belaka
dan belum menjadi etos sebagai bagian dari gerakan membangun negeri.
Menurut data ASEAN Centre for Energy (ACE), Indonesia
merupakan negara terboros di Asia Tenggara dalam hal penggunaan energi listrik.
Indeks elastisitas energi Indonesia pada tahun 2012 mencapai 1,63, lebih tinggi
dibandingkan Thailand dan Singapura yang masing-masing mencapai 1,4 dan 1,1.
Bahkan indeks elastisitas energi negara-negara maju berkisar antara 0,1 hingga
0,6. Indeks elastisitas adalah perbandingan laju pertumbuhan konsumsi energi
dibanding laju pertumbuhan ekonomi.
Indonesia saat ini boleh dikatakan sedang dalam
keadaan darurat energi. Bahkan Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard
Ryacudu menyiratkan keprihatinannya terhadap dunia ketahanan energi nasional.
Gara-gara kurangnya cadangan ketahanan energi, Jika Indonesia perang, paling
hanya bertahan 3 hari, mengapa? Lantaran Indonesia tidak memiliki ketahanan
energi yang cukup baik. Cadangan BBM kita jauh dibawah negara-negara tetangga!
Indonesia hanya punya cadangan BBM untuk 17 hari. Bandingkan dengan Malaysia yang punya 30
hari, Jepang dan Korea 50 hari, Singapura 50 hari.
Spritualitas
Hemat Energi
Gawat darurat energi ini tentu harus disikapi
dengan langkah nyata. Gerakan hemat listrik bisa menjadi prioritas utama tanpa
mengabaikan energi lain. Mengapa hemat listrik ? Karena untuk membangitkan
tenaga listrik PLN membutuhkan 7,2 juta kiloliter pada Tahun 2014. Selain itu, fakta
bahwa kebanyakan pembangkit listrik di Indonesia memakai bahan bakar fosil
menunjukkan bahwa sektor ketenagalistrikan berpotensi menjadi salah satu
penyumbang terbesar emisi karbondioksida di Indonesia bahkan di kawasan Asia
Pasifik.
World Resources Institute (WRI) dalam
analisisnya menempatkan Indonesia pada peringkat ke-21 penghasil emisi
karbondioksida tertinggi di dunia tahun 2000. Emisi karbondioksida Indonesia
yang dihasilkan sektor energi saja mencapai 1,2% emisi karbondioksida dunia
keseluruhan (78 juta ton CO2). Jadi, menghemat
listrik artinya juga menghemat BBM sekaligus mengurangi kadar emisi
karbondioksida.
Membangun spiritualitas hemat energi adalah sebuah upaya untuk membumikan hemat
energi di hari sanubari rakyat dan aparatur pemerintah. Butuh dorongan dari
hati nurani yang paling dalam agar manusia Indonesia bergerak untuk melakukan
praktik hemat energi tanpa merasa dipaksa oleh siapa pun. Hemat energi yang
lahir karena kesadaran bukan keterpaksaan.
Menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia (1997),
spiritual adalah kehidupan manusia yang dijalani sesuai dengan hakikat
spiritualnya dan karunia rahmat. Kehidupan spiritual tidaklah bertentangan atau
terpisah dari kehidupan kodrati manusia, tetapi tumbuh dan menjadi dewasa dalam
keserasian dengan kehidupan kodrati. Semua makhluk hidup dalam dirinya
mempunyai sesuatu yang menjiwai dan
menghidupkan suatu daya hidup yang
mewujudkan eksistensinya. Daya yang
menghidupkan ini terdapat pada semua makhluk hidup baik manusia, binatang
maupun tumbuhan. Makin tinggi tingkatan makhluk itu, makin tinggi dan makin
spiritual daya hidupnya serta makin sempurna aktivitasnya.
Spritualitas itu jauh melebihi peradaban. Melalui kehidupan spiritual
manusia memasuki dunia pengetahuan dan cinta yang melebihi kodrat. Berpikir dan bertindak tidak atas dasar
budaya dan nalar, melainkan atas dasar iman kepada Tuhan.
Spritualitas hemat energi listrik bisa dilaksanakan melalui pertama,
membangun spiritualitas hemat energi melalui institusi keagamaan.
Indonesia memang bukan negara agama
tetapi memiliki harmoni kehidupan spiritual yang baik. Ini merupakan peluang
yang cukup besar bagi pemerintah untuk membumikan hemat energi melalui masjid,
gereja, vihara, pura, dan klenteng. Setiap agama tentu memiliki pesan moral
untuk melakukan gaya hidup hemat energi dan menentang keras praktik boros
energi.
Dalam Al Quran, Surat Al Isra, ayat
26 – 30, Allah memerintahkan, “
Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah
sangat ingkar kepada Tuhannya. Dan jika
kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu
harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas. Dan janganlah kamu
jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu
mengulurkannya. Karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. Sesungguhnya
Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang dia kehendaki dan menyempitkannya. Sesungguhnya
dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.
Pesan Tuhan ini sangat jelas bahwa
manusia yang melakukan pemborosan energi
sehari-hari adalah saudara-saudara syaithan. Artinya, perilaku boros akan
membawa dampak yang buruk kepada umat manusia, lingkungan, dan semua makhluk
hidup yang ada di planet bumi. Syaithan adalah sebuah lambang keburukan
perilaku sehingga harus dijauhi dan diingkari.
Tuhan juga berpesan bahwa kita harus
bijak untuk menggunakan energi, tidak boleh terlalu mengulurkan (boros), tetapi
juga tidak boleh terlalu pelit energi yang juga memiliki potensi keburukan sama
dengan boros energi. Bijak menggunakan energi adalah solusi dari langit untuk
seluruh penghuni planet bumi.
Dalam Agama Hindu, ada tradisi nyepi yang salah
satu ritualnya adalah dengan “amati geni” yaitu mematikan semua sumber cahaya
termasuk listrik. Pada Hari
Raya Nyepi, seluruh rumah penduduk yang penghuninya beragama Hindu tentu akan
mematikan lampu dan alat elektronik lainnya selama sehari penuh sebagai ritual
keagamaan yang wajib dilakukan.
Dalam Perayaan
Nyepi di Bali tahun lalu terbukti mampu menghemat listrik sebesar 50 persen. Data PLN tahun 2014 menyebutkan bahwa
Perayaan Nyepi di Bali bisa
menghemat penggunaan listrik hingga hampir separuh dari kapasitas normal, yakni
dari semula 700 megawatt menjadi 400 MegaWatt (MW) dalam sehari.
Kedua, institusi pendidikan. Dunia pendidikan
merupakan institusi yang sangat ampuh untuk membangun spritualitas hemat
energi. Ini tak berarti harus menjadikan spiritualitas hemat energi sebagai
mata pelajaran sendiri melainkan melakukan internalisasi hemat energi ke dalam
setiap pelajaran yang relevan. Pelajaran Agama, Kewarganegaraan, Ilmu
Pengetahuan Alam, dan Bahasa Indonesia dapat digunakan untuk membumikan
spiritualitas hemat energi. Melaksanakan hemat energi bukan karena paksaan
melainkan karena kesadaran sebagai makhluk Tuhan yang harus turut
bertanggungjawab untuk merawat bumi.
Pendidikan merupakan
kawah candradimuka untuk membiasakan peserta didik melakukan kebiasaan hemat
listrik setiap waktu di setiap tempat. Pendidikan adalah sarana untuk melakukan
revolusi mental dari mental boros energi menjadi hemat energi. Tak perlu
anggaran yang cukup banyak untuk membentuk mental ini. Proses ini hanya perlu
praktik yang dilakukan secara berulang-ulang sebagaimana yang dikatakan oleh
Howard Gardner. Hakekat kecerdasan seseorang itu lebih banyak berkaitan dengan
kebiasaan, yaitu perilaku yang diulang-ulang.
Cerdas dalam hemat
energi adalah membiasakan peserta didik untuk melakukan praktik hemat energi. Mematikan
lampu-lampu di sekolah ketika tidak dipakai. Melepas charge komputer
atau laptop dari colokan di laboratorium
sekolah ketika selesai praktik. Mematikan lampu kamar mandi ketika selesai
menunaikan hajad. Menggunakan pendingin
ruangan seperlunya saja.
Kebiasaan hemat
listrik ini jika bisa ditularkan di lingkungan keluarga dan tempat tinggal
tentu akan menjadi daya ungkit yang cukup besar untuk menghemat penggunaan BBM
pembangkit listrik sekaligus menghemat rupiah.
Ketiga, instansi pemerintah. Khalifah Umar Bin
Abdul Aziz, yang dikenal memiliki jiwa
spiritualitas yang tinggi merupakan teladan yang baik bagi para aparatur
pemerintah dalam menghemat energi listrik. Ketika putranya menghadap ke ruang
kerjanya di istana, beliau langsung mematikan lampu penerangan. Karena hal ini merupakan
urusan keluarga bukan urusan negara. Lalu beliau mengambil lampu milik keluarga
untuk menerangi pembicaraan antara ayah dan anak.
Sang Khalifah sangat
berhati-hati dalam menggunakan dan menghemat aset negara. Hal ini antara lain
dilakukan dengan menggunakan lampu milik negara untuk kepentingan tugas negara.
Lampu untuk kepentingan negara ini pun tidak boleh boros dalam penggunaannya.
Terbukti beliau hanya menggunakan satu lampu untuk menemaninya bekerja hingga
larut malam.
Hal ini bertolak
belakang dengan kebanyakan instansi pemerintah di tanah air. Betapa
banyak gedung instansi pemerintah yang dibangun tanpa mempedulikan perencanaan
untuk hemat listrik. Komputer dibiarkan dalam posisi power on meskipun
tidak dipakai. Lampu dan pendingin ruangan lupa dimatikan meskipun tak dipakai.
Printer, Mesin fax dan pesawat telpon juga masih belum dilepas dari
sumber listrik meskipun kantor sudah tutup.
Tischler (2002) mengatakan bahwa spiritualitas
mirip atau dengan suatu cara, berhubungan dengan emosi atau perilaku dan sikap
tertentu dari seorang individu. Menjadi seorang yang spiritual berarti menjadi
seorang yang terbuka, memberi, dan penuh kasih.
Untuk membentuk perilaku hemat energi perlu
kerjasama yang harmonis antara institusi keagamaan, pendidikan, dan aparatur
pemerintah yang dilandasi semangat keterbukaan, memberi teladan dan penuh kasih
untuk merawat bumi. Spriritualitas adalah energi penggerak untuk mewujudkan
hemat energi secara total. Sehingga kita
memiliki cadangan energi yang cukup besar untuk membangun negeri ini.
0 Response to "Membangun Spriritualitas Hemat Energi"
Posting Komentar