Agar Arsip Tidak Ambyar Oleh Bencana !

 

 
Artikel ini dimuat Warta Arsip Vol. IX No.1 Juni 2020

 

 

 Oleh : Romi Febriyanto Saputro*

Badan  Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengumumkan hasil rekapitulasi bencana yang terjadi sepanjang 2019. Total bencana yang melanda berbagai daerah di Indonesia tahun ini mencapai 3.768 peristiwa. Bencana yang paling banyak terjadi di Tanah Air yakni puting beliung sebanyak 1.370 kejadian, kebakaran hutan dan lahan sebanyak 746 kejadian, dan banjir sebanyak 764 kejadian. Secara umum tren ini meningkat sebesar 12% atau 371 peristiwa dibandingkan jumlah bencana pada 2018 yang mencapai 3.397 peristiwa. Berdasarkan data BNPB, bencana paling banyak terjadi di Jawa Tengah dengan 914 kejadian, Jawa Barat 691 kejadian, Jawa Timur 612 kejadian, kemudian disusul dengan Aceh sebanyak 180 kejadian, dan Sulawesi Selatan 164 kejadian. Demikian berita yang ditulis oleh Media Indonesia, 30 Desember 2019.

Membaca data di atas dapat disimpulkan bahwa negeri tercinta ini sangat rentan terhadap bencana alam. Semua manusia menyadari bahwa bencana alam akan menimbulkan kerugian jiwa, raga, dan harta. Namun, tak semua menyadari bahwa bencana alam juga menyebabkan timbulnya bencana informasi. Kehilangan arsip statis, dinamis maupun arsip vital adalah bencana informasi yang sering mengiringi bencana alam. Bencana alam sangat berpotensi merusak informasi yang tersimpan dalam selembar arsip.

 Ironisnya, hal ini belum memperoleh perhatian dari berbagai pihak. Tanggap bencana baru diartikan tindakan pencegahan untuk meminimalkan korban jiwa dan harta. Kerugian kerusakan informasi yang tersimpan dalam selembar arsip belum disadari sebagai kerugian bencana. Bencana informasi baru disadari setelah bencana alam datang menyapa. Arsip vital seperti sertifikat tanah dan  ijazah sering menjadi korban bencana alam seperti banjir yang viral pada tahun ini.

Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia  Nomor 23 Tahun 2015 Tentang  Perlindungan dan Penyelamatan Arsip dari Bencana menjelaskan bahwa  Perlindungan dan Penyelamatan Arsip adalah langkah perlindungan dan penyelamatan arsip oleh negara bagi arsip yang dinyatakan sebagai arsip milik negara, baik terhadap arsip yang keberadaannya di dalam maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai  bahan pertanggungjawaban nasional dari kemungkinan kehilangan, kerusakan arsip yang disebabkan oleh bencana.

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Seperti faktor alam, biologi, fisika dan tindakan terorisme, spionase, sabotase, perang dan perbuatan vandalisme lainnya.

Mitigasi bencana dibutuhkan untuk mengurangi resiko bencana melalui pertama, preservasi. Metode preventif ini difokuskan untuk mencegah kerusakan arsip. Hal ini dilakukan dengan menyimpan arsip di ruang yang dapat melindungi arsip dari kerusakan. Arsip sebaiknya digandakan sebagai langkah “sedia payung sebelum hujan. Lokasi penyimpanan arsip harus merupakan lokasi terbaik yang bebas dari segala macam bencana. Bukan lokasi seadanya, ala kadarnya, ataupun sembarangan. Arsip adalah memori kolektif bangsa sehingga perlu ditempatkan di singgasana yang terbaik.

Ruang penyimpanan arsip harus dilengkapi dengan petunjuk dan sarana-prasarana untuk menghadapi situasi darurat ketika terjadi bencana. Seperti penulisan jalur evakuasi di ruang penyimpanan arsip, alarm untuk mendeteksi kebakaran dan alarm untuk mendeteksi hubungan pendek arus listrik. Selain itu, perlengkapan untuk menanggulangi kebakaran harus dipastikan tersedia dan siap untuk menghadapi kebakaran setiap saat.

Kedua,restorasi. Menurut Sauman Zainal Arifin (2013) dalam Laporan Tugas Akhir  Vokasi UGM dengan judul Restorasi Arsip Konvensional di Arsip Nasional Republik Indonesia, terdapat tiga metode yang digunakan dalam kegiatan restorasi arsip konvensional yaitu leafcasting,  laminasi dan enkapsulasi

Metode leafcasting adalah metode yang digunakan untuk merestorasi arsip dengan menggunakan alat yang disebut mesin leafcasting. Mesin ini digunakan untuk merestorasi arsip dengan ukuran kertas A4 sampai double folio dengan catatan arsip tersebut tidak terlalu rapuh atau rusak parah (arsip rapuh lebih baik menggunakan cara manual) dan tinta arsip tersebut tidak luntur apabila terkena air. Arsip yang ukurannya lebih besar dari ukuran double folio tidak dapat direstorasi dengan metode ini. Hal ini dikarenakan arsip tersebut tidak akan bisa masuk ke dalam convenyor mesin leafcasting.

Arsip yang sudah terlalu rapuh tidak diperbolehkan direstorasi dengan metode ini karena saat arsip dimasukkan ke dalam convenyor mesin leafcasting akan rusak sehingga memperparah keadaan arsip. Metode leafcasting biasanya digunakan untuk merestorasi arsip dalam jumlah lembaran yang banyak dengan ukuran yang relatif sama dalam satu bundelnya. Hal ini dilakukan agar pekerjaan merestorasi arsip dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Metode leafcasting ini secara garis besar meliputi proses penambalan arsip dengan mesin leafcasting (penambalan dengan bubur kertas atau pulp), deasidifikasi dengan cara basah dan sizing (pengeleman).

 

Laminasi arsip ini dilakukan tanpa menggunakan alat leafcasting. Metode ini digunakan untuk merestorasi semua jenis arsip tanpa membedakan ukuran arsip, jenis tinta, dan rapuh atau tidaknya arsip. Metode ini berguna untuk memperkuat fisik arsip. Metode laminasi yang dilakukan dalam perbaikan arsip yaitu: laminasi arsip dengan japanese tissue, laminasi arsip peta dengan bahan lamatex cloth dan conqueror.

Enkapsulasi adalah proses untuk melindungai arsip dengan menggunakan plastic astralon. Proses ini menyisipkan arsip diantara 2 (dua) lembar plastik astralon yang ukurannya sudah disesuaikan dengan ukuran arsip. Kedua plastik astralon tersebut direkatkan dengan menggunakan double tape. Penggunaan plastic astralon dikarenakan bahan dari plastik ini bebas asam, pH netral, kaku, memiliki kelembaban secara kimiawi yang aman bagi arsip, dan jernih. Metode enkapsulasi ini digunakan untuk semua jenis arsip, tidak membedakan ukuran arsip dan jenis tinta. Metode ini bukan untuk memperkuat fisik arsip tetapi untuk melidungi arsip dari faktor-faktor yang dapat merusak arsip.

 Metode enkapsulasi digunakan untuk melindungi arsip yang secara fisik belum rapuh. Enkapsulasi ini biasanya digunakan untuk lembaran arsip kertas. Seperti naskah kuno, peta, bahan cetakan atau poster. Arsip yang akan dipamerkan biasanya juga di-enkapsulasi terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk melindungi fisik arsip dari sentuhan-sentuhan tangan yang dikhawatirkan dapat merusak arsip. Plastik astralon yang digunakan dalam enkapsulasi arsip sewaktuwaktu juga dapat dibuka kembali tanpa merusak fisik arsip.

Ketiga,  evakuasi arsip. Hal ini dilakukan ketika lokasi penyimpanan arsip dinilai dalam keadaan bahaya karena terjadi bencana seperti yang terjadi di Kantor Pertanahan Bekasi.  Seperti diberitakan oleh okezone.com, 5 Januari 2020 bencana banjir menyebabkan kerusakan di beberapa aspek, salah satunya arsip sertifikat seperti warkah dan buku tanah. Banjir ini dikarenakan jebolnya tembok di sebelah kanan kantor Pertanahan Kota Bekasi. Sehingga Kementerian ATR/BPN bersama dengan ANRI memiliki semangat yang sama, untuk tanggap dengan cepat terhadap bencana yang terjadi di Kantor Pertanahan Kota Bekasi. Karena banyak arsip sertifikat seperti warkah dan buku tanah yang terendam banjir dan harus segera diamankan.

Menurut Perka ANRI Nomor 23 Tahun 2015, Tindakan evakuasi arsip dilaksanakan dengan cara memindahkan fisik arsip dari lokasi bencana ke lokasi tempat penyimpanan arsip sementara. Tindakan evakuasi arsip harus memperhatikan keamanan lokasi, penyediaan ruang/tempat untuk melakukan tindakan pemulihan arsip, pengepakan terhadap fisik arsip dengan cara diikat dan dibungkus, pemisahan arsip berdasarkan bentuk dan media arsip dan alat angkut arsip untuk melakukan evakuasi dalam keadaan tertutup dan terlindungi.

Keamanan lokasi sekurang-kurangnya memperhatikan aspek aman dari bencana susulan dan aman dari pengguna arsip yang tidak berhak. Hal paling penting yang harus diingat adalah bahwa proses evakuasi arsip tidak boleh terkena sinar matahari karena dapat menghancurkan arsip. Sinar matahari mengandung sinar ultra violet yang dapat merusak tulisan dan kertas. Oleh sebab itu arsip jangan terkena matahari langsung.

 Alih media menuju arsip digital  merupakan langkah untuk mengabadikan informasi yang tersimpan di selembar arsip terutama untuk arsip vital. Namun di era ledakan informasi menyimpan arsip dalam bentuk digital ternyata belum seratus persen aman. Menteri BUMN, Erick Tohir, pernah mencetuskan ide untuk menyimpan arsip di cloud atau media penyimpanan awan.

Mehul A. Shah dalam tulisannya yang berjudul “Auditing to Keep Online Storage Services Honest” menerangkan bahwa media penyimpanan awan setidaknya punya 3 masalah yang patut diwaspadai. Ketiga permasalahan itu ialah cacat laten (latent faults), cacat berkorelasi (correlated faults), dan cacat pemulihan (recovery faults).
Latent faults merupakan kerusakan media penyimpanan yang tidak terdeteksi. Misalnya kecacatan akibat kealpaan manusia (human error) yang tak terdeteksi atau karena serangan yang juga tak terdeteksi. Correlated faults merupakan kerusakan karena kurang beragamnya platform piranti penyimpanan yang digunakan maupun perbedaan lokasi penyimpanan. Adapun recovery faults merupakan kerusakan data yang terkait dengan prosedur pemulihan data yang dilakukan. Meski jarang terjadi, ia merupakan ancaman yang nyata (tirto.id, 3 Januari 2018).

Bencana yang mengancam arsip digital ini seperti yang menimpa klub sepak bola terkenal Manchester City. Seperti diberitakan oleh detik.com, 15 Februari 2020, kasus yang menjerat City ini pertama kali diangkat oleh media Jerman, Der Spiegel. Pada salah satu artikelnya yang beredar tahun 2018, Der Spiegel mengungkapkan pelanggaran Financial Fair Play yang dilakukan The Citizens. Bukti pelanggaran Financial Fair Play itu didapatkan usai salah seorang pria bernama Rui Pinto meretas surat elektronik resmi milik City, serta beberapa klub top Eropa lainnya. Ia kemudian membangun situs Football Leaks pada 2015 dan mengungkapkan berbagai temuan yang didapatkannya. Menukil Der Spiegel, Pinto sudah membocorkan sekitar 70 juta dokumen yang diretas dari berbagai klub kepada media Jerman itu sejak 2016. Salah satu yang terungkap dari dokumen tersebut adalah pelanggaran penggelembungan dana sponsor yang dilakukan City. Rui Pinto sendiri saat ini harus mendekam dibalik jeruji penjara.

Arsip digital sangat rentan mengundang kehadiran  bencana produk para peretas/hacker. Untuk itu pelindungan arsip digital memerlukan pengamanan dengan standar yang lebih tinggi daripada arsip tekstual. Artinya,melindungi memori kolektif bangsa itu memang butuh biaya tinggi baik untuk arsip tercetak maupun arsip digital. “Jer Basuki Mawa Bea” pepatah Jawa ini sangat relevan untuk melukiskan keadaan ini.

*Romi Febriyanto Saputro, S.IP, S.I.Pust,M.A.P  adalah ASN pada  Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Sragen ..

Related Posts: