Revolusi Menari Dari Kaki Gunung Telomoyo


       
Oleh : Romi Febriyanto Saputro 

Dua puluh tahun lagi kau akan lebih kecewa karena hal-hal yang tidak kau lakukan daripada hal-hal yang telah kau lakukan. Maka lepaskan tali perahumu. Berlayarlah meninggalkan pelabuhan yang aman. Tangkap angin di layarmu. Menjelajahlah. Teruslah bermimpi. Temukan sesuatu. 
(Mark Twain)



Selamat Datang di Desa Menari
(Sumber Foto : Suara Merdeka, 2 Oktober 2017)


Ensiklopedi Nasional Indonesia (1988) menyebutkan bahwa tari merupakan gerak indah berirama yang merupakan perwujudan manusia. Tari adalah salah satu unsur kebudayaan. Sebagian ahli seni berpendapat bahwa ada dua unsur penting dalam tari, yakni gerak dan irama. Gerak merupakan gejala primer manusia dan juga bentuk refleksi spontan dari kehendak yang terdapat di dalam jiwa. Oleh karena itu bisa dikatakan tari lahir bersamaan dengan adanya manusia di dunia. 
 

Seorang ahli tari dan filsafat India, Enakshi Bhavnani, dalam bukunya The Dance in India, menyatakan bahwa tari sebagai ekspresi perasaan naluri manusia telah berusia hampir setua sejarah manusia sendiri. Ahli tari Amerika Serikat, John Martin, dalam bukunya  The Modern Dance menyatakan bahwa gerak yang merupakan substansi baku tari adalah pengalaman fisik paling elementer dalam kehidupan manusia.

Gerak bukan hanya pada ada pada denyutan-denyutan di seluruh tubuh tetapi juga merupakan ekspresi pengalaman emosional manusia. Dengan demikian badan merupakan cermin jiwa manusia. Manusia adalah makhluk berbudaya yang menghasilkan sesuatu untuk memberi kepuasan kepada diri sendiri dan orang lain. Walaupun pendapat Martin mengenai substansi dasar tari diperuntukkan bagi tari modern, pendapatnya juga berlaku pada segala jenis tari klasik, tari rakyat, dan tari paling primitif.

Kamaladevi Chattopadhyaya, pakar tari dari India, mengemukakan bahwa pada kenyataannya tari adalah kodrat manusia. Tari adalah insting, desakan emosi yang ada di dalam diri yang mendorong manusia untuk berekspresi dengan gerakan-gerakan luar ritmis yang lama-kelamaan mengarah kepada bentuk-bentuk tertentu.


Lokasi Desa Menari mudah dicapai 
baik dari arah Salatiga maupun Semarang

Pada tarian primitif yang bersifat magis dan sakral gerakan tari mempunyai kekuatan magis yang merupakan ekspresi gerak yang lebih menonjol. Geraknya dikendalikan oleh maksud-maksud tertentu, misalnya mengusir musuh. Bangsa-bangsa primitif sudah memiliki kemampuan meniru gerakan binatang. Bila seseorang akan berburu, ia menari dengan gerakan meniru tingkah binatang yang akan diburunya serta gerak pemburu yang sedang membunuh buruannya. Kemampuan meniru inilah yang oleh Keneth MacGowan disebut dengan insting. Ekspresi kehendak dan keyakinan dengan meniru geraknya ini membuat mereka bisa mempengaruhi kekuatan binatang yang akan diburunya.

Ekspresi akal yang diwujudkan dalam gerak-gerak ritmis yang indah juga terwujud dalam tari klasik. Gerak tari klasik diatur oleh peraturan mengikat seolah-olah merupakan hukum tidak tertulis yang tidak boleh dilanggar. Gerakan tari klasik memiliki standar tertentu. Gerakan yang menyimpang dari gerakan baku dianggap salah. Standarisasi yang mengikat dalam tari klasik lebih merupakan ekspresi akal dengan wujud gerak-gerak ritmis yang indah.

Jadi, keindahan tari klasik terletak terletak pada benar-tidaknya si penari menari menurut standar yang ditentukan. Pada tari klasik gaya Yogyakarta, misalnya, ukel harus dilakukan dengan posisi tangan nyempurit , yakni ujung ibu jari bertemu dengan ujung telunjuk, jari tengah, dan jari manis ditekuk ke depan, sedangkan kelingking ditekuk ke atas membentuk setengah lingkaran. Apabila dilakukan dengan cara lain meskipun terlihat indah, karena bukan cara baku, cara itu tetap salah.


 Guyup rukun melestarikan warisan leluluhur
(Sumber foto  semarangcoret.com)

Walaupun seolah-olah ada batas tegas antara tarian primitif, klasik, dan modern dalam segi kejiwaannya ketiganya memiliki aspek jiwa manusia yang saling bertautan. Tarian primitif menekankan pada kehendak dan keyakinan, tari klasik menekankan akal dan tari modern menekankan pada emosi.

Selain bersifat individual, tari juga memiliki sifat sosial. Bersifat individual karena tari merupakan ekspresi jiwa penarinya. Bersifat sosial karena gerak-gerak ritmisnya merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan pesan atau ekspresi jiwa kepada pihak lain. Dua sifat yang saling bertentangan ini terdapat pada semua jenis tari, hanya kadarnya yang berbeda. Penari-penari tari klasik menari untuk dinikmati penonton, sedangkan pada tarian rakyat penari menari untuk kepuasan diri. Meskipun tarian modern mengutamakan ekspresi individual penarinya, tarian ini menjadi tak berguna bila tidak ada yang menonton.

Bermain gobag sodor, salah satu menu wisata Desa Menari
 (Sumber Foto : pokdarwi.blogspot.co.id)

Suatu daerah akan mengalami perkembangan yang baik dalam seni tari apabila seni tari di daerah itu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Tari merupakan bentuk seni paling konservatif yang akan selalu menoleh ke belakang, kepada masa-masa lampau yang mengalami kegemilangan. Namun hal ini tidak berarti tari tidak berkembang. Tari selalu berkembang setapak demi setapak sesuai harmoni alam. Inilah yang saat ini terjadi di Desa Menari.

Desa Menari adalah inovasi pemberdayaan masyarakat dari Dusun Tanon. Dusun Tanon adalah salah satu dusun yang masuk dalam wilayah Desa Ngrawan Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Propinsi Jawa Tengah. Terletak di bawah kaki Gunung Telomoyo yang di huni oleh 41 kepala keluarga dan 157 jiwa menawarkan  suasana khas yang sangat kental dengan budaya menari. Dusun Tanon dihuni oleh masyarakat dalam rumpun keluarga keturunan dari Ki Tanuwijoyo yang sebagian besar memiliki mata pencarian  petani dan peternak.

Pelopor dan kreator dari Desa Menari ini adalah seorang pemuda yang bernama Trisno. Pemuda ini adalah manusia pertama dari Dusun Tanon yang mampu menyelesaikan pendidikan setingkat sarjana. Rata – rata warga dusun ini hanya berpendidikan paling tinggi sekolah dasar. Saat itu lulusan SMP sudah bisa menjadi kepala desa. Trisno menjalani hidup di desa yang masih mengabaikan kualitas pendidikan. Inilah yang memacu semangat Trisno untuk melanjutkan pendidikan sampai lulus sarjana.



 Mendidik karakter sejak dini (Sumber foto solopos.com)

Setelah lulus sarjana Trisno memutuskan untuk kembali ke desa bukan merantau ke kota sebagaimana kebiasaan pemuda  di desanya. Membangun Desa Menari adalah impian Alumnus Fakultas Psikologi UMS Surakarta ini. Menari bagi pemuda ini bukan sekedar tarian tanpa makna. Menari adalah sarana untuk menebar harmoni, merajut inspirasi dan  menuai memori untuk memberdayakan desa sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa yang saat itu masih bertaraf rendah.

Masyarakat Dusun Tanon masih menjaga tradisi leluhur dengan kuat.  Secara historis masyarakat Dusun Tanon merupakan masyarakat yang memiliki cita rasa seni yang tinggi.  Salah satu tari yang digemari oleh wisatawan adalah Topeng Ayu.  Tari ini menggambarkan semangat nasionalisme yang menyala-nyala dengan gerakan yang mirip pencak silat. Menurut penuturan Trisno, Topeng Ayu adalah strategi untuk  mengemas latihan bela diri yang dilarang oleh penjajah melalui gerakan tari yang indah. Selain Topeng Ayu, ada Tari Kuda Debog, Kuda Kiprah dan Warok Kreasi yang dibawakan penduduk, dari orangtua hingga anak-anak.

Paket Wisata Desa Menari
(Sumber : desawisatatanon.com)

Desa menari menawarkan berbagai menu wisata seperti paket wisata pembelajaran gamelan, outbond ndeso, dolanan tradisional, wisata wirausaha, wisata pendidikan luar sekolah, wisata pagelaran seni, homestay, dan jelajah alam Telomoyo. Di sektor kewirusahaan, desa ini memproduksi sabun susu, kripik pegagan,dan kerajinan. Sementara itu untuk pendidikan, diadakan pelatihan non-formal seperti, kursus bahasa inggris, pembuatan kerajinan, pembuatan tepung sayur, dan pelatihan packaging souvenir.

Menari adalah nafas utama Dusun Tanon. Bang Yoss (2015), tokoh  dan pelaku pariwisata,motivator Desa Wisata Nasional dan Tim kreatif Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Tengah, menuturkan bahwa Desa Wisata Tanon adalah desa wisata satu-satunya di Indonesia dengan branding Desa Menari. Sebuah dusun kecil yang terdiri dari satu keluarga besar yang secara turun temurun adalah pelestari budaya. 

 

Tari Topeng Ayu (Sumber Foto : ardiyanto.com)

 

Melihat Desa Menari membuat saya teringat dengan sebuah film animasi “HAPPY FEET”.  Mumble adalah penguin yang tidak bisa bernyanyi seperti penguin lain.  Hal ini membuat Mumble dikucilkan oleh komunitas  penguin. Namun Mumble memiliki kelebihan menari dengan menghentakkan kaki pada hamparan salju. Ketika  merasa sedih, ia akan mulai menari untuk melupakan kesedihan itu.  Ironisnya, bakat menari ini tidak disukai oleh Sang Ayah.  Memphis, Ayah Mumble merasa malu karena menari  membuat Mumble tidak lulus sekolah. Seiring perjalanan waktu, Mumble harus terusir dari kelompoknya karena menari dianggap sebagai biang kerok ketiadaan ikan di Benua Antartika.

Petualangan Mumble berhasil memecahkan misteri ketiadaan ikan di Benua Antartika.  Mumble melihat manusia mulai merusak lingkungan dan menangkap semua ikan secara membabi buta.  Mumble mengikuti kapal penangkap ikan yang membuat Mumble tertangkap dan diletakkan di kebun binatang. Di kebun binatang Mumble berusaha berbicara dengan manusia tetapi sia-sia belaka karena manusia tidak paham bahasa penguin.

Hati yang galau membuat Mumble menari. Tarian Mumble ini  ternyata menarik perhatian manusia sehingga Mumble diantar pulang kampung. Di Antartika Mumble tiada henti mengajak masyarakat penguin untuk menari sebagai pesan kepada manusia bahwa mereka telah kehilangan ikan. Ajakan ini semula banyak yang menolak sampai akhirnya Sang Tetua Desa mengikuti ajakan Mumble. Revolusi penguin menari inilah yang akhirnya menyadarkan manusia bahwa Benua Antartika telah banyak mengalami kerusakan lingkungan akibat ulah manusia menangkapi ikan dengan nafsu serakah.

Pasar Tiban Dusun Tanon yang ramai dikunjungi wisatawan 
(Sumber foto : pokdarwi.blogspot.co.id)

Revolusi menari di Dusun Tanon mirip  dengan revolusi menari dalam film animasi tadi. Menari telah mampu menebar harmoni kehidupan yang membuka cakrawala asa.  Merajut inspirasi dari semua potensi yang dimiliki oleh anak-anak, remaja, sampai sesepuh desa. Sehingga dalam salah satu adegan wawancara dengan Metro TV, Trisno mengatakan bahwa angka keterlibatan warga dusun mencapai 98 persen. Hampir semua keluarga berpartisipasi aktif dalam pentas tari baik sebagai penari maupun yang sekedar memberikan dukungan berupa iuran untuk pentas tari.

Desa menari adalah revolusi sekaligus inovasi baru dalam pemberdayaan masyarakat desa. Pheni Chalid (2015) mengungkapkan bahwa pemberdayaan dan penguatan peran masyarakat merupakan upaya yang harus selalu dilakukan untuk menjawab berbagai kompleksitas tantangan yang muncul dan sekaligus menata peran yang harus dimainkan masyarakat dalam merespon program-program yang dilaksanakan dan menjawab tantangan yang selalu meningkat.

Sudah barang tentu, pemberdayaan dan penguatan tidaklah semata dilakukan oleh masyarakat itu sendiri namun butuh uluran tangan dari elemen lain di luar masyarakat. ASTRA hadir pada saat yang tepat dengan menetapkan Desa Menari sebagai salah satu Kampung Berseri Astra. 

Sumber Foto : Metro TV

Seperti diberitakan situs Majalah Swa, 10 Desember 2017, dari segi pendapatan, warga desa mendapatkan tambahan pendapatan sebesar rata-rata Rp 100-150 ribu per event. “Kami menggunakan sistem bagi hasil, tergantung income yang masuk,” kata dia. Selama 3 tahun ini, Desa Tanon tercatat telah mendapatkan penghasilan sebesar Rp250 juta. Pada 2013, Dusun Tanon didatangi 2.500 pengunjung dan pada 2014 sebanyak 3.000 pengunjung. Bahkan, desa ini juga pernah didatangi turis dari Mesir, 70 orang turis dari Filipina dan 32 orang turis dari Singapura, Belanda, Rusia serta Perancis.

Trisno melanjutkan, program yang dijalankan berada dalam sektor wisata, tapi yang saat ini didorong adalah sektor UMKM, sejalan dengan 4 pilar corporate social responsibility (CSR) Astra, yakni kewirausahaan, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan. 


“Di tahun 2017 ini program besarnya adalah distribusi air. Dimana kita menaikan air ke titik tertinggi Desa Tanon dengan oleh tenaga ahli dan dana dari Astra sebesar Rp 150juta,” tutur Trisno.  Total dana yang diberikan Astra pada tahun 2017 adalah sebesar Rp 285 juta guna pembangunan dan pemberdayaan desa. Selain itu, tercatat 36 orang menerima beasiswa penuh Astra untuk melanjutkan pendidikan dari SD hingga perguruan tinggi.


Festival Lereng Telomoyo 2017 
(Sumber Foto : astra.co.id)

 Astra juga berkontribusi pada gelaran Festival Lereng Telomoyo  yang diadakan selama dua hari, dari tanggal 30 September sampai 1 Oktober 2017. Festival Lereng Telomoyo  ini mempunyai empat komponen penting yang dalam pelaksanaannya, yaitu sarasehan, sendra tari, dolanan anak dan teather. Dolanan anak ini antara lain permainan egrang, sunda manda dan gobag sodor. Dolanan anak diharapkan dapat sedikit mengalihkan perhatian anak dari kecanduan game online.

Desa Menari yang dipelopori oleh peraih SATU Indonesia Awards pada tahun 2015, Trisno, merupakan suatu bentuk penyimpanagan positif atau sering disebut dengan positive deviance.  Sternin (2007) menyatakan, positive deviance adalah suatu pendekatan pengembangan yang berbasis masyarakat, berdasarkan kenyataan bahwa pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat pada prinsipnya dapat ditemukan di dalam masyarakat itu sendiri.


Pendekatan positive deviance lebih menekankan kepada pendekatan sistem yaitu mencari solusi masalah dari dalam sistem itu sendiri. Sistem akan lebih toleran terhadap solusi yang ditemukan saat diterapkan pada skala yang lebih luas. Singkatnya, pendekatan positive deviance adalah pendekatan pemecahan masalah yang menekankan pada pembelajaran (learning) dibanding pengajaran (teaching).



Logika dari pendekatan ini adalah mencari alasan mengapa sebagian individu-individu berhasil mengatasi suatu masalah yang sama yang dihadapi oleh individu-individu lain dan bagaimana pengetahuan tersebut dapat disebarkan keanggota masyarakat lainnya. Kelompok penyimpangan positif akan menciptakan solusi yang berasal dari dalam masyarakat itu sendiri.



Trisno pelopor Desa Menari
(Sumber Foto : antaranews.com)


Triadi (2008) menyebutkan pendekatan penyimpangan positif memberikan tiga keuntungan penting dalam usaha untuk mengadopsi dan memberlakukan solusi dari luar komunitas ataupun lingkungan itu sendiri. 



Pertama, kemajuan terjadi dengan cepat tanpa memerlukan analisa dan sumberdaya yang berasal dari luar dalam jumlah yang besar artinya. Pendekatan penyimpangan positif tidak membutuhkan pakar atau profesor tetapi hanya butuh orang yang mampu mentransformasikan dan menfasilitasi komunitas. 


Kedua, hasil yang diperoleh dapat berkelanjutan, karena solusi dari masalah terletak di dalam masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat tidak akan merasakan kesulitan dalam mengakses kebutuhan mereka karena mereka memiliki apa yang mereka butuhkan. Mereka hanya melakukan hal sederhana menuju perubahan yang sangat besar dan signifikan. 

Ketiga, pendekatan penyimpangan positif dapat diterapkan secara luas karena ada dalam setiap komunitas. Apapun komunitasnya pasti mempunyai perilaku menyimpangyang secara positif dan tegas membuktikan keberhasilan menurut karakteristik komunitas itu sendiri karena, karakteristik komunitas dan sumberdaya di suatu tempat berbeda-beda.

Desa Menari telah memberikan dampak yang luar biasa ! 


AYO MENARI UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK !

Related Posts:

0 Response to "Revolusi Menari Dari Kaki Gunung Telomoyo"