ADD Untuk Perpustakaan Desa
Tulisan ini telah dimuat di Harian Solo Pos, 14 Maret 2012
Oleh : Romi Febriyanto Saputro*
Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan telah menyebutkan bahwa perpustakaan
desa merupakan salah satu jenis perpustakaan umum yang menjadi kewajiban pemerintah
desa. Demikian pula dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 1984 yang diperbarui dengan Keputusan
Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 3 Tahun 2001
juga menegaskan kewajiban yang sama.
Namun dalam implementasi nyata di
tingkat desa, perpustakaan desa mengalami banyak kendala teknis. Salah satu
kendala ini adalah tidak dianggarkannya kegiatan perpustakaan desa dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa ). Alasannya belum ada dasar hukum
untuk menganggarkan perpustakaan desa dari ADD (Alokasi Dana Desa). ADD adalah
dana yang diberikan kepada desa yang berasal dari dana perimbangan keuangan
pemerintah pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota (Pasal 1 ayat 11,
PP 72 Tahun 2005)
Hal ini berakibat cukup fatal bagi
pengembangan perpustakaan desa. Tidak ada anggaran artinya tidak ada niat
sedikit pun untuk memberdayakan perpustakaan desa. Untuk mengatasi kendala ini,
terhitung sejak tanggal 30 November 2011, Pemerintah Kabupaten Sragen telah
menerbitkan Surat Edaran (SE) Bupati Sragen Nomor 041/250/036/2011 tentang
alokasi dana desa bagi pengembangan perpustakaan desa.
Surat edaran ini merupakan tindak lanjut
dari Surat Edaran (SE) Kementrian
Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor : 143/161/PMD/2011, tanggal 10 Januari
2011. SE Kemendagri ini memberikan
legalitas bagi penggunaan Alokasi Dana Desa
untuk pemberdayaan perpustakaan desa.
Ada
beberapa hal yang diatur dalam SE Bupati
Sragen tentang alokasi ADD untuk pengembangan perpustakaan desa. Pertama, Melaksanakan pemberdayaan dan pengembangan perpustakaan
desa dalam rangka meningkatkan minat baca masyarakat desa. Di
India, tepatnya di Negara Bagian Kerala, perpustakaan desa sukses memberantas
buta huruf sekaligus memberdayakan masyarakat desa. Prestasi India ini
sekaligus membuka cakrawala berpikir kita, bahwa perpustakaan desa tidak hanya
melayankan buku, namun juga dapat dipergunakan untuk meningkatkan mutu
pendidikan.
Kedua, mengalokasikan sebagian ADD (Alokasi Dana Desa) bagi
operasional perpustakaan desa yang meliputi pengadaan, pengolahan, dan
pelayanan bahan pustaka sehingga perpustakaan desa dapat tumbuh dan berkembang.
Penentuan besaran ADD untuk operasional perpustakaan desa disesuaikan dengan
kemampuan keuangan dalam APBDesa.
Anggaran
merupakan faktor penting dalam pengembangan perpustakaan desa sekaligus
merupakan bentuk kepedulian pemerintah desa terhadap perpustakaan. Adanya
anggaran menunjukkan bahwa pemerintah desa telah memiliki niat untuk berubah ke
arah yang lebih baik. Dari tuna buku menjadi melek buku, dari tuna informasi
menjadi melek informasi.
Sebaliknya,
ketiadaan anggaran menunjukkan bahwa pemerintah desa sekedar memposisikan
perpustakaan desa sebagai panggung sandiwara. Dipertunjukkan tatkala ada acara
lomba desa dan langsung tutup layar ketika acara lomba desa telah selesai.
Prioritas
penggunaan anggaran tentu saja adalah untuk pengadaan buku dalam rangka
memenuhi standart koleksi ideal. Koleksi minimal perpustakaan desa menurut
Standart Nasional Indonesia (SNI) adalah minimal seribu judul.
Ketiga, menyediakan ruangan khusus
untuk perpustakaan desa dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang diperlukan
sesuai dengan kemampuan APBDesa. Ruangan untuk perpustakaan desa menurut
Standart Nasional Indonesia (SNI) minimal adalah seratus meter persegi. Ruangan
ini tidak harus terletak di Balai Desa melainkan bisa terletak di rumah warga
yang letaknya lebih strategis untuk diakses oleh masyarakat.
Ada
kelebihan tersendiri bagi perpustakaan desa yang tidak terletak di Balai Desa,
yaitu lebih familiar dan lebih dekat dengan masyarakat desa. Selain itu, waktu
layanannya tidak tergantung dengan jam kerja pemerintah desa yang biasanya baru
buka pukul sembilan pagi dan tutup pukul sebelas siang.
Keempat, menugaskan salah seorang
perangkat desa untuk mengelola perpustakaan desa agar layanan perpustakaan
dapat berjalan dengan baik. Sumber daya manusia tentu merupakan elemen penting
yang akan menggerakkan perpustakaan desa.
Idealnya, seorang pengelola perpustakaan desa
adalah pustakawan PNS yang pengadaannya merupakan kewajiban pemerintah. Namun,
berhubung pemerintah kita amnesia dalam hal ini, maka menjadi tugas pemerintah
desa untuk menugaskan salah seorang perangkat desa sebagai petugas pengelola
perpustakaan.
Selain
itu, ada alternatif lain yang bisa ditempuh. Yaitu mencari relawan untuk
mengelola perpustakaan desa. Manfaatkan pemuda-pemudi yang tergabung dalam
karangtaruna untuk membantu memberdayakan masyarakat desa melalui membaca. Ini
sekaligus sebagai sebuah upaya untuk memberdayakan para pemuda harapan bangsa
ini menjadi generasi yang cerdas dengan membaca.
Mari
kita sukseskan program, Bali Ndesa, Mbangun Perpustakaan Desa!
[1] Romi Febriyanto Saputro, S.IP
adalah Kasi Pembinaan, Penelitian dan Pengembangan Perpustakaan (Binalitbang)
di Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen. Juara Pertama Lomba Penulisan
Artikel Tentang Kepustakwanan Indonesia Tahun 2008 yang diselenggarakan oleh
Perpusnas RI.
0 Response to "ADD Untuk Perpustakaan Desa"
Posting Komentar