Memaksa PNS Gemar Membaca


               Oleh : Romi Febriyanto Saputro*
Artikel ini telah dimuat di Harian Jateng Pos, 8 Juli 2013
           Membudayakan gemar membaca merupakan tugas wajib pemerintah. Hal ini secara jelas dinyatakan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia ketiga, “Ikut Mencerdaskan Kehidupan Bangsa. Syarat pertama untuk menjadi bangsa yang cerdas adalah membaca. Membaca yang sudah menjadi budaya dan kebiasaan sehari-hari. Bukan membaca karena ada tugas makalah, skripsi, maupun tesis. Membaca karena cinta bukan karena intervensi dunia luar.

            Dalam menunaikan aneka kewajiban, tugas sehari-hari pemerintah dilaksanakan oleh abdi negara dan abdi masyarakat yaitu PNS (Pegawai Negeri Sipil). PNS merupakan penggerak utama program dan kegiatan pemerintah agar bisa menggapai tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Inilah  peran PNS yang sebenarnya, menjadi teladan untuk rakyat. Termasuk menjadi teladan membaca.
            Ironisnya, potret PNS saat ini sangat memprihatinkan. Citra PNS berada pada titik nadir dalam pandangan masyarakat. Mulai etos kerja, disiplin, kinerja, sikap dan mental kerja. Mobil perpustakaan keliling kami ketika melintasi jalan yang rusak parah pernah disindir seseorang, “Jalannya bagus ya,  Pak !”. Suatu ungkapan yang mencerminkan kemarahan rakyat kepada PNS yang merupakan abdi masyarakat. Sehingga perpustakaan keliling yang tidak mengurusi jalan juga turut terkena dampaknya.
            Untuk memperbaiki citra PNS, pemerintah perlu melakukan upaya, “memaksa” PNS membaca. Upaya pemaksaan ini bisa dilakukan mulai  tahap rekrutmen PNS. Pilihlah pelamar CPNS yang memiliki latar belakang membaca yang baik. Untuk itu, perlu dilakukan tes untuk mengukur sejauh mana minat baca para pelamar CPNS.
            Para pelamar yang sudah membaca ratusan buku itulah yang menjadi prioritas untuk diterima. Hal ini bisa dibuktikan dengan rekam jejak membaca seseorang yang ada di perpustakaan. Database peminjam buku di perpustakaan bisa dijadikan bukti untuk verifikasi kebenaran informasi jumlah buku yang pernah dibaca pelamar.
 Mereka yang telah terbiasa membaca ribuan halaman buku tentu akan memancarkan aura yang berbeda dengan mereka yang baru menelusuri puluhan  halaman buku. Pola pikir, kerja, dan sikap-mental seseorang akan sangat ditentukan oleh sejauh mana mata seseorang menelusuri lorong demi lorong halaman buku. Juga tergantung kekuatan olah pikir dalam menelaah isi buku.
Menurut penulis, inilah tes paling obyektif untuk melakukan rekrutmen CPNS.   Mengapa ? Karena membaca merupakan modal pertama dan utama yang harus dimiliki oleh para pelamar CPNS untuk menggerakkan roda pemerintahan yang saat ini banyak menghadapi kendala. Reformasi birokrasi akan mudah tercapai jika birokrasi diisi oleh sumber daya manusia yang sudah berbudaya membaca. Bukan sumber daya manusia yang berbudaya korupsi, kolusi dan nepotisme.
Bagi PNS yang sudah terlanjur diterima juga perlu dilakukan tes minat baca. Hal ini dilakukan dengan mewajibkan para abdi negara untuk membaca sejumlah buku yang dipinjam dari perpustakaan daerah sebagai syarat untuk kenaikan gaji berkala,  pangkat dan jabatan. Bagi mereka yang belum memenuhi syarat ini akan menerima sanksi berupa penundaan gaji berkala, penundaan kenaikan pangkat, dan penundaan kenaikan jabatan.
Saat ini PNS menduduki angka terendah dalam statistik peminjam buku  di Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen. Statistik Tahun 2012 menunjukkan kontribusi PNS dalam meminjam buku baru 6 %, pelajar SD (23 %), pelajar SMP (11 %), pelajar SMA(25  %), masyarakat umum (27 %), dan mahasiswa (8 %).
Upaya memaksa PNS membaca ini diharapkan dapat membuat abdi masyarakat ini  terbiasa membaca.  Dipaksa, terpaksa, biasa, dan menjadi budaya membaca dalam kehidupan sehari-hari. Membaca buku, membaca tugas pokok dan fungsi organisasi, membaca kebutuhan masyarakat, dan pada akhirnya membuat program/kegiatan yang bermanfaat untuk kesejahteraan rakyat.
Internalisasi membaca dengan upaya memaksa tentu perlu diikuti dengan upaya  internalisasi membaca yang lebih alami dan manusiawi. Seperti mewajibkan kegiatan bedah buku di setiap SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Buku yang dibacakan dan dibedah adalah buku yang berkaitan dengan bidang  tugas dan fungsi SKPD. Inisiatif, kreasi, dan inovasi dalam bekerja dapat mengambil inspirasi dari buku. Bukan berdasarkan rekaan dan data yang tidak jelas.
Jika para PNS sudah berbudaya membaca maka kebijakan, program, dan kegiatan yang dihasilkan oleh  (SKPD) akan lebih tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat. Kesinambungan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian program kerja akan lebih mudah tercapai. Selain itu, koordinasi lintas bidang juga lebih mudah diraih.
PNS yang berbudaya membaca diharapkan dapat menjadi teladan bagi masyarakat. Sehingga masyarakat akan tergugah untuk mengikutinya. Masyarakat akan sangat tergugah untuk membaca manakala mereka melihat dengan mata kepala sendiri para PNS berduyun-duyun mengunjungi perpustakaan untuk meminjam buku dan membaca.
Promosi budaya baca  akan lebih mudah ditiru oleh rakyat jika aparatur pemerintah terlebih dahulu memberi teladan yang baik. 
 *Romi Febriyanto Saputro, S.IP adalah Kasi Pembinaan, Penelitian dan Pengembangan Perpustakaan (Binalitbang) di Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen. Juara Pertama Lomba Penulisan Artikel Tentang Kepustakwanan Indonesia Tahun 2008 yang diselenggarakan oleh Perpusnas RI.

Related Posts:

0 Response to "Memaksa PNS Gemar Membaca"