RSBI dan Perpustakaannya !
-->
Oleh : Romi Febriyanto Saputro
Artikel ini telah dimuat di Harian
Joglosemar, 6 Desember 2011
Rintisan
Sekolah Bertaraf Internasional atau disingkat RSBI, adalah suatu program pendidikan
yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional berdasarkan Undang-Undang No.
20 tahun 2003 pasal 50 ayat 3, yang menyatakan bahwa Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu pendidikan pada
semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang
bertaraf internasional.
Ketika program ini digulirkan, banyak
sekolah berlomba-lomba untuk beralih “label” menjadi sekolah bertaraf
internasional (SBI). Mereka pun berbenah diri untuk mendapat pengakuan sebagai
sekolah bertaraf internasional. Pembenahan yang dilakukan meliputi
infrastruktur pendidikan dan peningkatan sumber daya manusia (guru dan staf
sekolah).
Akibatnya, biaya
pendidikan RSBI membumbung tinggi ke angkasa jika dibandingkan dengan
sekolah pada umumnya, meskipun pemerintah telah mengucurkan dana untuk
peningkatan sarana dan prasarana serta mutu SDM sekolah. Sekolah RSBI memang
diberikan otoritas untuk mengambil pungutan dari siswa untuk membiayai sarana
dan prasarana sekolah, sehingga biaya untuk masuk RSBI sangat tinggi.
Masyarakat pun berpendapat bahwa RSBI merupakan salah satu upaya bentuk komersialisasi
pendidikan.
Tulisan ini mencoba membahas sisi lain
dari sekolah RSBI, yaitu kualitas perpustakaan sekolahnya. Sekolah RSBI dengan
label “internasional” mestinya juga memiliki perpustakaan sekolah dengan
kualitas “internasional”. Perpustakaan sekolah RSBI mesti memiliki standart
maksimal di atas standart perpustakaan sekolah non – RSBI. Bagaimana
kenyataannya ?
Dalam
Rapat Koordinasi Evaluasi Layanan Perpustakaan di Jawa Tengah tanggal 10
November 2011 yang di selenggarakan oleh Badan Arsip dan Perpustakaan Jawa
Tengah, terungkap bahwa rata-rata koleksi judul buku perpustakaan RSBI baru
2.000 judul buku, semestinya 5.000 judul. Dalam acara yang dihadiri penulis
ini, juga terungkap bahwa dukungan finansial yang begitu melimpah di RSBI
ternyata belum mengalir sampai jauh ke perpustakaan. Perpustakaan belum
memperoleh anggaran minimal 5 % dari APBS.
Jika RSBI selama ini mengaku
berorientasi internasional, maka sudah seharusnya mengacu pada Manifesto
Perpustakaan Sekolah yang dikeluarkan oleh UNESCO tahun 2000. Manifesto ini menyatakan bahwa perpustakaan sekolah memiliki arti
penting bagi strategi jangka panjang pengembangan literasi, pendidikan,
penyediaan informasi sertaekonomi, sosial dan budaya. Sebagai bentuk tanggung
jawab para pejabat berwenang lokal, regional dan nasional, maka hal itu perlu
dukungan legislasi dan kebijakan khusus.
Perpustakaan sekolah harus
memperoleh pendanaan yang mencukupi dan berlanjut untuk keperluan tenaga
terlatih, materi perpustakaan, teknologi dan fasilitas. Pemenuhan kebutuhan
tersebut hendaknya cuma-cuma. Perpustakaan sekolah merupakan mitra penting
dalam jaringan perpustakaan dan informasi lokal, regional, dan nasional. Jika
perpustakaan sekolah berbagi fasilitas dan/atau sumber daya dengan jenis
perpustakaan lain, seperti perpustakaan umum, maka tujuan khas perpustakaan
sekolah harus diakui dan dipertahankan.
Kualitas
perpustakaan sekolah di RSBI sudah saatnya disamakan dengan kualitas sekolah
yang bertaraf internasional. Jangan sampai sekolahnya berkualitas internasional,
perpustakaannya berkualitas “biasa-biasa saja”. Tak lebih baik dari
perpustakaan di sekolah yang tidak berlabel RSBI.
Ada
beberapa hal yang harus dilakukan untuk mewujudkan hal ini. Pertama, RSBI harus mengubah cara
pandang terhadap perpustakaan. Berhala besar dalam dunia pendidikan
Indonesia adalah tidak menghormati
keberadaan perpustakaan sekolah. Sekolah lebih memprioritaskan kegiatan berburu
penghargaan dan medali emas untuk membuktikan diri sebagai sekolah unggulan dan
internasional.
Tanpa
memberdayakan perpustakaan pun, sekolah merasa bisa meraih “prestasi”. Di
berbagai arena lomba nasional maupun “internasional” sekolah merasa sudah
mengharumkan nama bangsa dan negara. Sekali lagi tanpa dukungan perpustakaan
sekolah !
Ironisnya,
raihan berbagai penghargaan ini tidak memberikan kontribusi berarti pada upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia di tanah air. Indek Pembangunan
Manusia (IPM) kita pada tahun ini mengalami penurunan. Dari peringkat 106 pada
tahun lalu menjadi peringkat 124 diantara 187 negara pada tahun 2011.
Dominasi
medali dalam berbagai kegiatan yang berlabel olimpiade pelajar juga belum bisa
mendongkrak minat baca para pelajar. Berdasarkan hasil termuan studi
Programme For Internasional Student Assessment (PISA) pada 2009, minat
membaca siswa Indonesia skornya hanya 402. Sementara, Tunisia mencapai
404.
Menurut Direktur Pembinaan Pendidikan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ella Yulaewati, temuan PISA menunjukan
masih lemahnya minat baca anak negeri. Yang membuat miris, dari 66 negara,
Indonesia menempati urutan 56 dalam hal kemampuan membaca. Yang dimaksud membaca dalam survey
ini tentu saja bukan membaca buku pelajaran saja seperti yang dipahami oleh
sebagian pendidik kita. Melainkan
membaca sebagai kebutuhan pokok jiwa dan raga untuk memenuhi dahaga kehidupan.
Kedua, memperbaiki mekanisme kerja di
perpustakaan sekolah. Struktur organisasi perpustakaan sekolah saat ini
cenderung berfungsi “sekedar papan nama” alias belum diberi otonomi penuh untuk
mengambil kebijakan sendiri. Konsekuansi keberadaan struktur organisasi adalah adanya pemberian
dana. Namun, perpustakaan sekolah banyak yang belum memiliki anggaran yang
jelas. Pengadaan buku sekedar menunggu belas kasihan kepala sekolah.
Ketiga,
memberi kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk mengakses
perpustakaan. RSBI, dengan beban kurikulum yang begitu berat telah menguras
energi berpikir peserta didik. Siswa merasa tidak ada lagi waktu senggang untuk
mengunjungi perpustakaan . Selain itu, kesempatan siswa untuk mengunjungi
perpustakaan hanya 2 x 15 menit saat jam istirahat pelajaran. Untuk itu perlu digalang kerjasama
yang baik antara guru dengan pengelola perpustakaan sekolah agar terwujud
pembelajaran berbasis perpustakaan.
Sekolah
dapat mewajibkan guru agar selalu melibatkan perpustakaan sekolah dalam
kegiatan belajar mengajar. Dipaksa membaca, terpaksa membaca, terbiasa membaca,
dan akhirnya nanti para peserta didik akan berbudaya membaca. Samakah orang yang membaca dengan yang tidak
membaca !
0 Response to "RSBI dan Perpustakaannya !"
Posting Komentar