Ketika Pornografi Melanda Indonesia


-->

Oleh: Romi Febriyanto Saputro
Artikel ini telah dimuat di Harian Suara Merdeka, 29 November 2003
TINDAK pornografi di Indonesia makin menyedihkan. Selain hasil riset kantor berita AP yang menempatkan Indonesia sebagai sorga pornografi nomor dua setelah Rusia, pornografi sudah menyatu menjadi perilaku masyarakat. Penelitian yang dilakukan Pusat Studi Hukum Universitas Islam Indonesia menyebutkan sekitar 15 persen dari 202 responden remaja berumur 15 - 25 tahun sudah melakukan hubungan seks, karena terpengaruh oleh tayangan pornografi melalui internet, VCD, TV dan bacaan pornografi. Dari penelitian tersebut juga terungkap 93,5 persen remaja telah menyaksikan VCD porno dengan alasan sekadar ingin tahu 69,6 persen dan alasan lain hanya 18,9 persen.

Fenomena seperti itu tentu saja sangat memprihatinkan kita semua, terlepas dari validitas dan obyektifitas penelitian tersebut. Menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia, pornografi dalam pengertian sekarang adalah penyajian tulisan, patung, gambar, foto, gambar hidup (film) atau rekaman suara yang dapat menimbulkan nafsu birahi dan menyinggung rasa sosial masyarakat. Pornografi semula mengacu pada karya-karya sastra Yunani Kuno yang menggambarkan tingkah laku pelacur. Dalam bahasa Yunani Kuno, porne artinya pelacur dan graphein artinya menulis.
Dalam bahasa Inggris, ada istilah obscenity selain pornographi. Obscenity mengacu kepada segala sesuatu yang tidak senonoh, mesum dan melanggar kesopanan. Tetapi undang-undang menentang obscenity hanya di Amerika Serikat dan Inggris hanya berlaku untuk ketidaksopanan di bidang seksual.
Masyarakat Yunani Kuno yang berpandangan naturalistis tidak menganggap seks atau hubungan seks secara terang-terangan sebagai sesuatu yang mesum. Kaum wanitanya suka memuji patung priapus sebagai dewa kesuburan. Patung itu berupa kepala seorang lelaki yang berjanggut yang diletakkan di atas sebuah alas dan di tengah alas terdapat alat kelamin laki-laki.
Dalam masyarakat Romawi Kuno terdapat lukisan-lukisan di dinding kuil Pompeii yang menggambarkan cara-cara bersenggama. Lukisan-lukisan ini merupakan bukti sejarah tentang pornografi dalam kebudayaan Romawi Kuno.
Pada zaman itu, terkenal Ars Amatoria (Seni Cinta Asmara), karya sastrawan Ovidus, yang terdiri atas tiga jilid dan membahas secara rinci cara-cara merayu, menggoda dan merangsang nafsu seks (Alex E Rachim, 1997)
Pornografi tersebar ke Eropa pada abad pertengahan, dengan selera rendah, berupa teka teki lelucon dan syair pendek berisi sindiran. Yang terkenal adalah cerita Decameron karya Giovanni Boccaccio yang berisi sekitar 100 cerita tak senonoh. Penemuan alat cetak memberi kesempatan bagi penyebaran buku-buku cerita pornografis.
Cerita-cerita itu berisi humor dan hubungan asmara yang ditulis untuk tujuan menghibur atau merangsang birahi pembaca. Kemudian di Eropa muncul karya-karya modern pertama yang tidak mengandung nilai sastra dan bertujuan hanya merangsang birahi. Yang terkenal dari zaman itu di Inggris adalah buku Fanny Hill; or Memoirs of a Woman of Pleasure (1749) oleh John Cleland.
Penyebaran pornografi menjadi sulit dibendung ketika kemudian ditemukan fotografi dan gambar hidup (film). Sejak Perang Dunia II, pornografi dalam bentuk tulisan mendapat saingan besar dari penyajian secara terang-terangan tingkah laku erotis (cabul) dalam bentuk visual.
Selama beberapa dasawarsa belakangan ini tumbuh pula industri porno dengan pesat di sejumlah negara maju dan diperkirakan menghasilkan 7 miliar dolar AS setahun. Yang diproduksi industri juga mencakup berbagai obat dan alat bantu pemuas hubungan seksual.
Telah Membudaya
Menurut Yasraf Amir Piliang (1998), perkembangan masyarakat kapitalisme global abad ke-21 ini ditandai oleh dua logika, yaitu logika pelepasan nafsu (libido) dan logika kecepatan, yang keduanya sangat potensial bagi kebangkrutan sosial.
Kapitalisme global tidak lagi sekadar berkaitan dengan ekspansi kapital, teritorial dan pasar, tetapi kini lebih berkaitan dengan ekspansi arus libido dan perkembangan getaran nafsu. Alquran melukiskan kondisi ini dalam Surat Muhammad (47) ayat 12, "Dan orang-orang yang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka akan seperti makannya binatang-binatang?"
Masyarakat kita tampaknya telah terkontaminasi oleh cara hidup materialisme dan hedonisme, yang memaknai hidup ini dengan tolok ukur materi dan sekadar mencari kesenangan belaka. Dengan mengabaikan moralitas, akhlak sebagai insan beragama dan etika sosial masyarakat.
Suka atau tidak suka haruslah diakui pornografi dan pornoaksi telah menjadi budaya dalam masyarakat kita, sebagaimana virus korupsi, kolusi dan nepotisme. Semenjak Indonesia memasuki era reformasi pornografi tumbuh berkembang.
Begitu kran kebebasan pers dibuka, media-media porno mulai berkembang dan ironisnya memperoleh sambutan yang hangat dari masyarakat. Kalau sebelum era reformasi, masyarakat masih malu-malu dengan sesuatu yang berbau pornografi, maka dalam era reformasi ini masyarakat tampaknya sudah tidak tahu malu lagi.
Layar televisi kita setiap hari selalu dipenuhi oleh tayangan-tayangan yang berbau dan berjiwa porno, baik dalam bentuk hiburan, musik, film, sinetron maupun iklan. Dengan alasan sesuai dengan selera masyarakat.
Goyang ngebor salah seorang penyanyi kita telah menimbulkan inspirasi bagi penyanyi yang lain sehingga lahirlah yang namanya goyang ngecor, goyang patah-patah , goyang kayang dan lain-lain cabang goyang erotis.
Yang lebih memprihatinkan lagi sebagian besar dari acara televisi yang bernuansa erotis itu memiliki rating yang cukup tinggi, yang berarti merupakan indikasi sebagian besar masyarakat kita menyukai tayangan erotisme. Belum lagi dengan dunia periklanan kita yang menggunakan daya tarik erotisme wanita untuk menjual produknya.
Ataupun menggunakan kata-kata yang mengandung imajinasi dan nada bicara yang erotis. Maka tidaklah mengherankan jika iklan sepeda motor dan mi instan pun menggunakan pesona wanita seksi. Seolah takut ketinggalan dunia olah raga kitapun juga dilanda oleh budaya erotisme, misalnya olahraga tinju selalu diselingi oleh lenggak lenggok wanita cantik berpakaian seksi.
Dalam Alquran secara tegas Allah SWT melarang segala perilaku yang dapat mendekati zina termasuk pornografi, pornoaksi, prostitusi dan segala bentuk variannya.
Allah berfirman dalam Surat Al Isra (17) , ayat 32, "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." Dari firman ini jelas sekali Allah melarang hamba-hambaNya dari perbuatan zina, mendekatinya, dan berinteraksi dengan hal-hal yang dapat menimbulkan atau menyeret kepada perzinaan.
Pesan moral dalam Alquran tampaknya sudah banyak diabaikan oleh masyarakat Indonesia yang sebagian besar (mengaku) beragama Islam. Dengan berbagai dalih seperti kebebasan berekspresi, seni dan relatifitas difinisi pornografi, mereka larut dalam perbuatan yang jika disadarinya sesungguhnya mende-kati zina.
Yang lebih mengherankan lagi ketika ada RUU Anti Pornografi, banyak kalangan yang menganggapnya sebagai sesuatu yang kontroversial. Menurut sejumlah kalangan institusi negara tidaklah perlu terlalu jauh mengurusi pornografi yang masih belum jelas batasannya, lalu kalau begitu apa fungsi didirikannya Republik Indonesia ini ? Jika institusi negara tidak lagi dapat mendidik dan mengatur masyarakatnya, maka yang timbul hanyalah masyarakat yang terdegradasi moral dan akhlaknya yang pada akhirnya akan menimbulkan kebangkrutan sosial.(33)

Related Posts:

0 Response to "Ketika Pornografi Melanda Indonesia"