Ibu, Buku, dan Perpustakaan !
-->
*Oleh Romi Febriyanto Saputro
Artikel ini telah dimuat di Harian
Bhirawa Surabaya, 5 Maret 2012
Ibu adalah jendela
dunia ilmu yang pertama bagi anak-anaknya. Bahkan ketika anak masih ada dalam
kandungan. Ketika lahir ke dunia, seorang anak akan berada dalam dekapan dan
pelukan ibu. Tanpa harus bersekolah S-3 pun, seorang ibu dengan naluri yang
diberikan Tuhan mampu berkomunikasi dengan bayi yang dilahirkannya. Anak-anak
bisa minum, makan, berbicara, dan berjalan karena buah didikan ibu.
Ibu dan anak adalah dua
manusia yang dilahirkan pada waktu yang berbeda dan akan hidup pada zaman yang
berbeda pula. Untuk itulah, seorang ibu mesti mempersiapkan sang buah hati untuk menjadi manusia sukses pada
zamannya. Mampu berenang di pusaran masa
depan dan keluar sebagai sang pemenang.
Penyair dari Lebanon,
Kahlil Gibran dengan cantik melukiskan hal ini. Anak-anakmu bukanlah
anak-anakmu. Mereka adalah anak zaman. Mereka datang melalui kalian, tetapi
tidak berasal dari kalian. Walaupun mereka bersamamu, mereka bukanlah milikmu.
Kau boleh memberi mereka cintamu, tapi bukan pikiranmu. Karena mereka memiliki pikiran sendiri. Kau boleh merumahi tubuh mereka, tetapi bukan jiwa mereka. Karena jiwa-jiwa mereka akan melesat ke rumah masa depan yang tak akan dapat kau
kunjungi, bahkan dalam mimpi sekalipun.
Kau boleh memberi mereka cintamu, tapi bukan pikiranmu. Karena mereka memiliki pikiran sendiri. Kau boleh merumahi tubuh mereka, tetapi bukan jiwa mereka. Karena jiwa-jiwa mereka akan melesat ke rumah masa depan yang tak akan dapat kau
kunjungi, bahkan dalam mimpi sekalipun.
Mengajak anak
mengunjungi perpustakaan merupakan langkah kecil yang bisa ditempuh ibu untuk
mempersiapkan generasi masa depan.
Penelitian Charles Scheiber (1990) menyimpulkan bahwa hanya sekitar 15 %
kecerdasan, informasi, dan pengetahuan seseorang yang diperoleh melalui
pendidikan formal. Sedangkan 85 % selebihnya diserahkan pada usaha setiap
individu dalam mengembangkan ilmu pengetahuannya melalui membaca, termasuk di
dalamnya membaca di perpustakaan.
Pengalaman Marcia Thomas, seorang ibu di Memphis, Tennesse, sebagaimana
dikutip Fauzil Adhim (2007), membuktikan bahwa kegiatan membacakan buku pada
anak usia dini terbukti mampu melesatkan kecerdasan otak anak. Marcia Thomas
bercerita, “Anak kami, Jennifer, lahir pada September 1984. Salah satu hadiah
yang pertama kali kami terima adalah sebuah buku The Read –Aloud Handbook. Kami
membaca bab pendahuluan dan kami sangat terkesan dengan kisah Cushla dan
keluarganya. Kami lalu memutuskan untuk memberi “diet” kepada anak perempuan
kami dengan sekurang-kurangnya sepuluh buku sehari.
Ketika itu, dia harus menjalani rawat inap di rumah sakit selama tujuh
minggu karena gangguan jantung dan bedah korektif. Begitulah, kami mulai
membacakan buku kepadanya saat dia masih menjalanai perawatan intensif; dan
manakala kami tidak bisa menemaninya, kami meninggalkan tape berisi rekaman
cerita dan meminta kepada perawat untuk menghidupkannya buat anak kami.
Usaha Marcia Thomas yang begitu bersemangat tidaklah sia-sia. Pada usia SD,
anaknya selalu memperoleh nilai tertinggi untuk pelajaran membaca. Tidak ada
kegemaran yang lebih disukai oleh Jennifer melebihi membaca.
Tetapi, bukan itu yang paling membahagiakan orang tuanya. Marcia Thomas
menuturkan, “Apa yang membuat cerita kami berharga adalah bahwa Jennifer lahir
dengan Down Syndrome. Pada usia dua bulan , Marcia diberitahu bahwa Jennifer
hampir-hampir mengalami kebutaan, tuli, dan keterbelakangan mental yang parah.
Ketika dites pada usia empat tahun, IQ-nya hanya III”.
Kisah di atas menunjukkan bahwa kegiatan membacakan buku pada bayi
memberikan dampak positif berupa : pertama, menumbuhkan minat baca. Bayi yang
sedari awal sudah diperkenalkan dengan buku akan menganggap buku “tak lebih”
sekedar permainan yang mengasyikkan. Buku akan dianggap sebagai teman bermain
yang menyenangkan. Kesan ini akan terekam kuat dalam memori bayi hingga masa
pertumbuhan selanjutnya.
Ibu akan lebih mudah dalam
memoles karakter anak dengan mengenalkan gemar membaca. Majalah Child
Development (Januari/Februari 2006) menerbitkan hasil penelitian
tentang hubungan antara kemampuan membaca dan sikap agresif siswa sekolah
dasar. Penelitian Miles dan
Stipek menemukan adanya keterkaitan antara tingkat kemampuan membaca dan
tingkat agresivitas. Dalam penelitian ini, sikap agresif dibatasi dalam empat
golongan, "suka berkelahi", "tidak sabaran", "suka
mengganggu", dan "kebiasaan menekan anak lain (bullying)". Anak-anak
kelas 1 SD, yang kemampuan membacanya relatif rendah, saat di kelas 3,
cenderung memiliki tingkat agresivitas tinggi. Juga, anak-anak kelas 3, yang
memiliki kemampuan membaca rendah, cenderung memiliki sikap agresif tinggi saat
di kelas 5.
Mungkin,
bersamaan dengan tingkat pergaulan mereka, anak-anak yang kemampuan membacanya
rendah itu frustrasinya kian menumpuk. Keadaan ini yang membuat mereka menjadi
agresif. Sebaliknya, ada
keterkaitan antara sikap sosial dan kemampuan membaca. Yang dimaksud sikap
sosial adalah "suka menolong", "mengerti perasaan orang
lain", "punya empati", "punya perhatian kepada yang
susah", dan "menolong/menghibur teman yang kecewa". Anak-anak
yang memiliki sikap sosial yang baik saat di TK dan kelas 1 SD biasanya lebih
mampu mengembangkan kemampuan membacanya di kelas 3 dan kelas 5 SD.
Untuk memotivasi kaum ibu agar mengantar anak-anaknya ke
perpustakaan, maka perlu dibangun sebuah perpustakaan yang layak anak.
Perpustakaan layak anak memiliki nilai strategis untuk mewujudkan dunia membaca
yang layak untuk anak. Dunia membaca sekaligus dunia bermain yang nyaman dan
aman untuk anak-anak Indonesia. Dunia yang mengatur anak dengan aturan untuk
anak bukan aturan untuk orang dewasa.
Perpustakaan layak anak merupakan langkah terobosan untuk
membangun pondasi bangsa yang kuat. Mereka memerlukan perpustakaan yang khusus
didesain, dirancang, dan dipersembahkan untuk anak penerus generasi bangsa.
Perpustakaan yang memiliki arena bermain, internet anak, layanan mendongeng,
dan pustakawan pengasuh anak. Perpustakaan yang membebaskan anak-anak untuk
melakukan ekspresi, impresi, kreasi, dan aktualisasi diri. Sebuah perpustakaan
yang layak anak !
*Romi Febriyanto Saputro, S.IP ialah
Kasi Pembinaan, Penelitian dan Pengembangan Perpustakaan (Binalitbang) di
Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen. Juara Pertama Lomba Penulisan
Artikel Tentang Kepustakwanan Indonesia Tahun 2008 yang diselenggarakan oleh
Perpusnas RI.
0 Response to "Ibu, Buku, dan Perpustakaan !"
Posting Komentar