Memadukan Wisata Joglosemar
-->
Oleh Romi Febriyanto Saputro*
Artikel ini telah dimuat di Harian
Joglosemar, 3 April 2012
Dalam rangka menyongsong Visit Jawa Tengah 2013, Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah terus melakukan upaya secara simultan
agar Provinsi Jawa Tengah benar-benar siap untuk menyambut tahun kunjungan
wisata tersebut. Beberapa hal yang disiapkan antara lain dengan pembenahan
berbagai sarana dan penyiapan masyarakat dalam menyongsong tahun tersebut.
Untuk membangun kepariwisataan tentunya tidak dapat dilakukan
secara terpisah dan menyendiri. Kebersamaan dan persatuan antara pengelola
obyek di banyak tempat tentunya dapat mendorong promosi bersama yang akan
mendatangkan hasil yang lebih baik (www.jatengprov.go.id)
Selama ini kelemahan utama pariwisata di tanah air adalah tiadanya
keterpaduan dan koordinasi pengelolaan obyek wisata. Pengelola obyek wisata lebih suka bekerja
sendirian. Masing-masing obyek wisata
merasa lebih unggul dan lebih penting daripada yang lain, hasilnya bukan
keuntungan yang diperoleh, tetapi kebuntungan bersama.
Gagasan pekan promosi pariwisata
tiga kota, yaitu Yogyakarta, Surakarta dan, Semarang (Joglosemar) sangat relevan untuk mencairkan kebekuan
pariwisata di Indonesia. Koalisi tiga kota dan sekitarnya ini merupakan paket
wisata yang sangat layak dipromosikan kepada wisatawan mancanegara.
Masing-masing memiliki kekhasan, keunikan, dan keindahan tersendiri yang dapat
dikemas dalam wisata budaya, alam, dan kuliner.
Yogyakarta dengan obyek wisata budaya Keraton, Candi Prambanan, Candi
Ratu, dan Candi Borobudur sudah lama menjadi
ikon pariwisata kedua setelah Bali .
Kawasan Malioboro , Benteng Vredeburg,
dan Museum Sono Bodoyo semakin menambah daya tarik wisata di Yogyakarta .
Hal ini masih ditambah dengan pesona alam seperti Pantai Parangtritis, Pantai
Samas, Pantai Baron, Pantai Krakal, dan Pantai Kukup.
Surakarta dan sekitarnya merupakan
kawasan yang kaya dengan obyek wisata budaya maupun alam. Sebut saja Keraton
Surakarta, Museum Radya Pustaka, dan Pasar Tradisional Klewer. Tak jauh dari
Surakarta terdapat situs purbakala dunia Museum Sangiran yang terletak di
Kalijambe, Kabupaten Sragen. Air terjun Grojogan Sewu di Tawangmangu,
Karanganyar, kawasan pemancingan ikan di Tlatar, sumber mata air di Pengging,
(Kabupaten Boyolali), Pemancingan Ikan di Janti, Rawa Jombor, dan sumber mata
air Cokrotulung di Kabupaten Klaten merupakan wisata alam yang layak jual.
Semarang yang pernah disinggahi
Kapal Laksamana Cheng Ho dapat menjadikan peninggalannya sebagai ikon utama
pariwisata di Semarang. Kawasan kota
lama, Warung Semawis, PRPP dan Taman Maero Koco juga merupakan aset wisata yang
cukup bernilai.
Wisata alam Bandungan, Rawa Pening ,
di Kabupaten Semarang ,
dan Kopeng di Salatiga. Air terjun Curug Sewu yang merupakan gugusan Gunung
Slamet di Kendal dapat menambah daftar kunjungan wisatawan asing selama di Semarang . Begitupun
dengan Klenteng Welahan di Jepara.
Trio wisata Joglo Semar : Yogyakarta , Solo, dan Semarang bisa menjadi program wisata bersama
antara Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dukungan
para pelaku wisata di kedua provinsi ini mutlak diperlukan guna kesuksesan
program wisata ini.
Pariwisata perlu dibangun dengan
mengedepankan visi kepercayaan diri yang kuat, jangan sampai terkena virus
rendah diri. Singapura, negara yang tidak memiliki sumber daya alam pariwisata
sebaik Indonesia saja, ternyata mampu menarik kunjungan wisata mancanegara
lebih banyak daripada Indonesia. Kunci kesuksesan Singapura adalah rasa percaya
diri yang kuat, diikuti dengan profesionalitas pengelolaan dan promosi pariwisata yang gencar.
Selain itu, pencitraan positif suatu
obyek wisata merupakan masalah yang tak dapat ditinggalkan. Seindah apapun obyek wisata yang ada jika tidak mampu
mencitrakan dirinya dengan baik tidak akan mampu menarik wisatawan. Sebaliknya,
pencitraan diri yang bagus dan menarik akan mampu mengangkat citra obyek wisata
yang semula biasa-biasa saja menjadi luar biasa.
Obyek pariwisata lokal di tanah air
jika dicitrakan secara nasional bahkan internasional tentu akan mampu mendobrak
stagnasi dunia pariwisata kita. Selama ini Yogyakarta hanya diidentikkan dengan
Kraton, Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan Malioboro. Padahal ada banyak
obyek wisata lokal di Yogyakarta semacam Goa Selarong yang dapat diangkat derajatnya untuk menarik
wisatawan asing.
Begitu pun dengan Solo selalu diidentikkan
dengan kraton saja, padahal tak jauh dari Solo ada banyak wisata alam yang
menarik semacam Tawangmangu, mata air Cokrotulung, dan mata air Pengging.
Semarang, demikian pula. Jangan hanya diidentikkan dengan Klenteng Gedung Batu
saja, namun juga harus mampu mengangkat obyek wisata lokal di sekelilingnya seperti Rawa Pening,
Bandungan, dan Kopeng menjadi bertaraf internasional, layak jual untuk
wisatawan asing.
Pencitraan yang baik tidak akan
banyak artinya tanpa didukung oleh promosi pariwisata. Promosi merupakan usaha
untuk memperkenalkan potensi wisata di tanah air kepada para wisatawan
sedemikian rupa sehingga mereka terangsang untuk mengunjunginya. Promosi
pariwisata Indonesia
boleh dikatakan kalah bersaing dengan promosi negara-negara lain.
Penelitian yang dilakukan Biro Pusat Statistik (1992) mengungkapkan bahwa
sebagian besar informasi tentang Indonesia di mancanegara justru tidak
diperoleh dari hasil promosi pariwisata Indonesia. Sebesar 41,66 persen
memperoleh informasi tentang Indonesia
dari teman dan kenalan yang pernah berkunjung ke Indonesia . Sedangkan informasi yang
diperoleh melalui biro perjalanan dan majalah/koran berturut-turut 19,11 persen
dan 14,85 persen.
Multi Efek Pariwisata
Dalam
pandangan ahli ekonomi, pariwisata
merupakan kegiatan ekspor tak kentara (invisible export) atas barang-barang dan
jasa-jasa pelayanan. Pariwisata merupakan suatu bentuk ekspor yang dianggap
sangat menguntungkan negara dengan aliran devisa dari para turis mancanegara.
Kebiasaan para wisatawan untuk shopping/belanja diharapkan mampu
menggairahkan urat nadi pasar tradisional yang mengemban aneka fungsi seperti
pusat jajan, pasar seni, pasar kerajinan dan pasar tekstil. Indonesia memiliki
banyak potensi pasar tradisional seperti Pasar Klewer Solo, kawasan Malioboro
Yogyakarta, Pasar Johar , dan Warung Semawis Semarang.
Pariwisata dapat merangsang lahirnya
industri kerajinan untuk melayani kebutuhan para wisatawan terhadap souvenir
maupun cinderamata. Urgensi industri kerajinan semakin terlihat perannya pada
masa ekonomi sulit seperti sekarang. Industri kerajinan merupakan sekor usaha
kecil menengah yang “tahan banting”, eksistensinya tidak luntur oleh hantaman
krisis ekonomi yang hingga sekarang dampaknya masih terasa.
Transportasi merupakan kebutuhan
yang cukup signifikan bagi wisatawan untuk menuju dan selama berada di suatu
obyek wisata. Respon terhadap kebutuhan ini melahirkan industri transportasi
baik yang modern maupun tradisional. Transportasi tradisional seperti becak dan
andong semestinya dilestarikan bukan malah digusur seperti tragedi becak di
Jakarta. Becak dan andong dapat dijadikan atraksi yang menarik untuk melengkapi
keberagaman wisata yang telah ada.
Pariwisata juga berperan
melestarikan kebudayaan. Atraksi kebudayaan semacam tarian barongsai dan
upacara ritual yang digelar setiap tahunnya di Kelenteng Sam Poo Kong memiliki
daya tarik tersendiri bagi para wisatawan.
Ritual sekaten di Solo dan Yogyakarta seolah tak pernah jemu untuk menghibur
para wisatawan mancanegara. Dengan pariwisata, maka pelaku kesenian tradisonal
rakyat akan tergugah untuk hidup kembali sekaligus mendapatkan manfaat
komersial yang tidak sedikit.
[1] Romi Febriyanto Saputro, S.IP
adalah Kasi Pembinaan, Penelitian dan Pengembangan Perpustakaan (Binalitbang)
di Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen. Juara Pertama Lomba Penulisan
Artikel Tentang Kepustakwanan Indonesia Tahun 2008 yang diselenggarakan oleh
Perpusnas RI.
0 Response to "Memadukan Wisata Joglosemar"
Posting Komentar