Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1433 H, Menumbuhkan Minat Baca !
-->
Oleh : Romi Febriyanto Saputro*
Tulisan ini telah dimuat di Harian Joglosemar, 4 Februari 2012
Nabi Muhammad SAW
dilahirkan pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal kurang lebih seribu empat ratus empat
puluh satu tahun yang lalu. Kelahirannya merupakan awal tegaknya peradaban yang
mulia, tidak hanya berdimensi dunia namun juga akhirat.
Michael
H Hart dalam bukunya, 100 Tokoh Yang Paling Berpengaruh Dalam Sejarah Dunia,
menempatkan Nabi Muhammad SAW sebagai manusia nomor satu di dunia. Menurut
Hart, jatuhnya pilihan kepada Nabi Muhammad dalam urutan pertama daftar Seratus
Tokoh yang berpengaruh di dunia mungkin mengejutkan sementara pembaca dan
mungkin jadi tanda tanya sebagian yang lain. Tapi Hart berpegang pada keyakinannya
bahwa Nabi Muhammad satu-satunya manusia
dalam sejarah yang berhasil meraih sukses-sukses luar biasa baik ditilik dari
ukuran agama maupun ruang lingkup duniawi.
Salah satu ciri peradaban yang dibangun
oleh Nabi Muhammad SAW adalah peradaban yang cinta membaca. Para sahabat
Rosulullah Saw adalah orang-orang yang terkenal memiliki minat baca yang cukup
tinggi. Di dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, Imam Al Ghazali mencatat beberapa
hadits dan riwayat mengenai pembacaan Al Quran sampai khatam. Digambarkannya,
bagaimana para sahabat dengan keimanan dan keikhlasan yang tinggi,
berlomba-lomba membaca Al Quran sampai khatam, ada yang khatam dalam sehari
semalam saja, bahkan ada yang khatam dua kali dalam sehari semalam.
Di dalam hadits yang shahih, Rasulullah
menyuruh Abdullah bin ‘Umar, supaya mengkhatamkan Al Quran sekali dalam
seminggu. Begitulah para sahabat seperti Utsman, Zaid bin Tsabit, Ibnu Mas’ud
dan ‘Ubaiyy bin Ka’ab, telah menjadi wiridnya untuk mengkhatamkan Al Quran pada
tiap-tiap hari Jumat. Disamping itu, ada juga di antara sahabat yang membaca Al
Quran sampai khatam dalam sebulan, untuk memperdalam penyelidikannya mengenai
maksud yang terkandung di dalamnya.
Mengapa para sahabat Rasulullah Saw
memiliki minat baca yang cukup tinggi dalam membaca Al Quran ?. Pertama, karena
bagi seorang mukmin membaca Al Quran telah menjadi ibadah kecintaannya. Pada
waktu membaca Al Quran, ia sudah merasa seolah-olah jiwanya menghadap ke
hadirat Allah Yang Maha Kuasa, menerima hikmat suci, memohon limpah karunia
serta rahmat dan pertolonganNya. Dengan minat baca yang cukup tinggi itulah,
maka tidaklah mengherankan jika generasi pertama Islam adalah merupakan
generasi emas yang akan terus dikenang dalam lintasan sejarah peradaban
manusia.
Kedua, membaca Al Quran akan mendapatkan
balasan pahala (kebaikan) dari Allah. Rasulullah Saw bersabda : “Barangsiapa
yang membaca satu huruf dari Kitab Allah (Al Quran), maka ia mendapat satu
kebaikan. Setiap kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipat. Aku tidak
mengatakan : “ Alif laam miim satu huruf tetapi alif satu huruf, lam satu huruf
dan mim satu huruf”. (HR. At Turmudzy)
Ketiga, untuk meraih derajad dan
kemuliaan yang tinggi di sisi Allah SWT. Nabi Saw bersabda : “Sesungguhnya
Allah akan mengangkat derajad beberapa kaum dengan Al Kitab (Al Quran) ini, dan
ia akan mereendahkan derajad kaum yang lain dengannya.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Keempat, sebagai motivator dalam
kegiatan belajar dan mengajar. Rasulullah Saw bersabda : “Sebaik-baik kamu
sekalian adalah orang yang belajar dan mengajarkan Al Quran. Belajar Al
Quran hakekatnya adalah mempelajari
tanda-tanda kekuasaan Allah, baik yang terdapat dalam Al Quran sendiri
(ayat-ayat qauliyyah) maupun tanda-tanda kekuasaan Allah yang berada di alam
semesta (ayat-ayat kauniyyah) yang dikenal dengan ilmu alam ataupun hukum alam
yang dilandasi dengan teori-teori tertentu.
Minat baca yang tinggi dalam membaca Al Quran ini seolah
menjadi inspirasi bagi umat Islam dikemudian hari untuk membuktikan kebenaran
ilmu pengetahuan yang terkandung di dalam Al Quran. Dalam Al Quran banyak
sekali ayat yang mengisyaratkan teori tentang ilmu pengetahuan, misalnya
“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkanNya
manzilah-manzilah (tempat-tepat bagi perjalanannya, supaya kamu mengetahui
bilangan tahun dan perhitungan. Allah tidak menciptakan yang demikian itu
melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda kebesaranNya kepada orang-orang
yang mengetahui.” (Al Quran Surat Yasin (36) ayat 38-40)
Langkah
awal untuk mempelajari dan mendalami ilmu pengetahuan ini diawali dengan
kegiatan penerjemahan buku-buku dari bahasa asing. Usaha penerjemahan ini
dimulai sejak masa Bani Umayah (661 – 750 M) dan makin ditingkatkan pada masa
Bani Abbasiyah (794 – 1258 M) dengan dukungan yang cukup besar dari khalifah.
Abu Ja’far Al Mansur (754 – 775 M) telah mendatangkan ahli-ahli penerjemah yang
menerjemahkan buku-buku kedokteran, Ilmu Falak dan Ilmu Pemerintahan dari
bahasa-bahasa Yunani, Persia dan India.
Belum sampai satu abad berdirinya
pemerintahan Abbasiyah, ulama-ulama Islam telah memiliki ilmu tersebut dan
lahirlah ahli-ahli al hikmah dan falsafah yang tidak kalah dengan para filosof
Yunani. Misalnya Al Hasan bin Musa yang termasyur dalam Ilmu Pasti dan Muhammad
bin Musa Al Khawarizmi penemu ilmu Aljabar.
Sesudah gerakan penerjemahan dan
penelitian ini barulah datang masa penyempurnaan, penyusunan dan penemuan
sendiri. Tokoh-tokoh yang terkenal dalam hal ini misalnya Abu Nashs Muhammad
bin Tharkhan Al Farabi atau Alphanabius (wafat 961 M) pencipta alat musik yang
dinamai Al Qanun, yang kemudian ditiru oleh orang barat dengan nama piano dan
Abu Ali Al Husein bin Sina atau Aviciena (980-1037 M )
Para ulama dan cendekiawan pada masa
keemasan Islam telah mengarang ratusan buku dalam bahasa Arab yang kemudian
diterjemahkan oleh orang barat ke dalam bahasa mereka. Orang barat pada masa
itu yang masih terbelakang dalam hal ilmu pengetahuan, terpaksa mempelajari
bahasa Arab supaya dapat menerjemahkan bermacam-macam buku yang dikarang oleh
para ulama Islam.
Setelah merasa cukup, barulah mereka kembali
ke negerinya masing-masing untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang
didapatnya. Jasa ulama Islam ini diakui oleh dunia barat sendiri. Menurut mereka Islam
adalah jembatan kemajuan yang menghubungkan antara kemajuan Eropa di masa lalu
dengan kemajuan Eropa di masa sekarang.
Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah
para ilmuwan Islam pada masa itu adalah orang-orang yang memiliki minat baca
yang cukup tinggi terhadap Al Quran. Jadi semangat mereka untuk melakukan riset
ilmiah lebih didorong oleh spirit tauhid yang sangat tinggi daripada sekedar
mencari popularitas dan materi duniawi belaka.
Ibnu Sina pakar kedokteran muslim dikenal memiliki minat baca yang tinggi
sehingga pada usia sepuluh tahun dapat
menguasai Al Quran dan huruf klasik Arab klasik. Ketika berusia tujuh belas
tahun, beliau mulai tertarik ke bidang obat-obatan dan berhasil menyembukan
sakit yang diderita Raja Bukhara, Nuh Ibn Mansur setelah beberapa dokter
terkenal gagal mengobatinya. Ibn Sina akhirnya meraih gelar dokter pada usia
delapan belas tahun.
Pada masa keemasan Islam seorang ilmuwan
Islam adalah juga seorang ulama. Dengan kata lain, ulama yang memiliki
kelebihan di bidang ilmu alam/sosial tertentu. Hal ini sesuai dengan
terminologi dalam Al Quran yang mengartikan ulama dengan orang yang berilmu,
baik ilmu agama maupun ilmu umum yang semua itu hakekatnya adalah ilmu Allah.
Berbeda dengan terminologi sekarang yang membedakan orang yang ahli agama
dengan sebutan ulama dan orang yang ahli ilmu selain agama dengan sebutan
ilmuwan.
*Romi
Febriyanto Saputro, S.IP ialah Kasi Pembinaan, Penelitian dan Pengembangan
Perpustakaan (Binalitbang) di Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen.
Juara Pertama Lomba Penulisan Artikel Tentang Kepustakwanan Indonesia Tahun
2008 yang diselenggarakan oleh Perpusnas RI.
0 Response to "Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1433 H, Menumbuhkan Minat Baca !"
Posting Komentar