Membangun Budaya Membaca dengan Arisan Buku
Oleh : Romi Febriyanto Saputro
Tulisan ini pernah dimuat sebagai Artikel Utama di Kompasiana, 21 Maret 2018
Buku merupakan kumpulan lembar demi lembar tulisan
yang mengisahkan perjalanan hidup manusia dulu, kini, dan esok.
Perjalanan ini meliputi segala bidang kehidupan yang sudah, sedang, dan
akan ditempuh oleh manusia. Karena itu sesungguhnya buku merupakan
cermin kemajuan peradaban manusia.
Ironisnya, bangsa tercinta
ini masih menganggap buku sebagai benda asing yang seolah berasal dari
luar angkasa. Membeli baju, telepon genggam, kamera maupun mobil adalah
sesuatu yang dianggap biasa. Membeli buku ? Masih merupakan sesuatu yang
asing dan belum ditulis oleh memori otak sebagai kebutuhan pokok.
Bahkan untuk kalangan berlimpah harta sekalipun, budaya beli buku masih
jauh panggang dari api.
Demikian pula untuk kalangan pendidik.
Sertifikasi guru yang dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi guru
belum berdampak besar pada angka penjualan buku di tanah air. Tidak
banyak guru yang merayakan dana sertifikasi dengan membeli buku.
Kesejahteraan guru yang mendapat dana sertifikasi baru berdampak pada
meningkatnya jumlah penjualan mobil dan meledaknya daftar antri ibadah
haji ke tanah suci.
Membeli buku masih dirasakan sebagai sesuatu
yang sangat berat. Bikin "galau" meminjam istilah gaul remaja saat ini.
Jangankan membeli, pinjam gratis saja masih ada yang galau. Galau beli
buku tak hanya melanda pada ranah individu melainkan juga kelembagaan.
Saat ini cukup banyak perpustakaan desa, perpustakaan sekolah,
perpustakaan umum kabupaten/kota, dan perpustakaan perguruan tinggi yang
menderita galaubeli buku.
Belanja buku yang seharusnya
menjadi agenda tahunan berubah menjadi agenda lima tahunan atau bahkan
tidak teragenda sama sekali. Apalagi jika tanpa beli buku secara rutin
saja sudah mampu memperoleh penghargaan dengan menghalalkan segala cara.
Arisan buku
Galau
beli buku ? Arisan buku merupakan solusi yang bisa ditempuh. Saat ini
masyarakat sudah terbiasa dengan praktik arisan uang maupun arisan
barang. Arisan barang memiliki variasi yang cukup banyak seperti arisan
motor, arisan panci, arisan kompor, arisan magic jar dan lain-lain. Arisan buku bisa menjadi khazah baru dalam "dunia arisan" di tanah air.
Konsep
dasar arisan adalah kerjasama sekelompok orang dengan mengelurakan
sejumlah uang yang digunakan oleh pemenang arisan. Setiap anggota pada
akhirnya akan mendapat manfaat yang sama dari arisan. Ada praktik tolong
menolong di sini. Arisan buku bisa membantu mengurangi galau ketika
pundi rupiah yang dimiliki tak cukup untuk membeli buku yang diinginkan.
Harga buku yang masih mahal atau terasa mahal akan terasa sedikit murah
dengan arisan buku. Mengubah rasa ! Inilah hikmah dari setiap arisan.
Tentu
akan menjadi pemandangan yang luar biasa jika ibu-ibu rumah tangga tak
hanya menggelar arisan PKK. Namun juga menggelar arisan buku, bedah
buku, dan membaca buku bersama. Guru, dosen, PNS, mahasiswa, pelajar,
buruh dan petani akan sangat berperan dalam meledakkan budaya membaca
jika turut serta menyelenggarakan arisan buku.
Tiga golongan
pertama mesti menjadi pelopor terdepan untuk memberikan teladan bagi
golongan berikutnya. Karena mereka memiliki modal berharga, intelektual,
uang, dan pekerjaan yang membutuhkan banyak membaca buku.
Arisan
buku juga bisa dilaksanakan oleh perpustakaan desa, taman bacaan maupun
perpustakaan sekolah. Arisan buku bisa dilembagakan dalam bentuk
kerjasama pengadaan buku perpustakaan. Jika dalam satu kecamatan ada 40
perpustakaan sekolah, dan setiap perpustakaan menyetorkan10 judul buku
baru maka setiap bulan akan terkumpul 400 judul buku baru yang akan
menjadi koleksi buku baru di perpustakaan pemenang arisan.
idesignarch.com
Perpustakaan yang menjadi peserta arisan buku
secara tidak langsung sudah memberikan jaminan minimal kepada
penggunanya bahwa hasrat untuk menambah koleksi baru akan terus
berkobar. Arisan buku merupakan katup pengaman untuk selalu menghadirkan
semangat menambah koleksi baru yang selalu akan ditunggu oleh
pengunjungnya.
Agar konsep arisan buku antar perpustakaan ini bisa berjalan dengan baik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama,
kalau dalam arisan konvensional setiap peserta menyetorkan sejumlah
uang, maka dalam arisan buku ini setiap peserta arisan menyetorkan
sejumlah buku baru yang dibeli sendiri. Hal ini untuk mencegah
terjadinya fitnah.
Mengingat sejumlah uang yang dikumpulkan rawan
mengundang fitnah. Mengapa ? Karena dalam pembelian buku dikenal
istilah diskon. Kalau setiap peserta membeli buku sendiri tentu akan
mampu menihilkan prasangka buruk.
Kedua,harus
ada komitmen bahwa setiap perpustakaan peserta arisan akan menyetorkan
sejumlah buku dengan standar yang telah ditentukan bersama dan dengan
judul buku yang saling berbeda. Perbedaan judul buku ini sangat penting
agar bisa dimanfaatkan untuk kerjasama tukar-menukar koleksi antara
perpustakaan satu dengan yang lain.
Semakin tinggi tingkat
perbedaan akan semakin baik kualitas kerjasama tukar-menukar koleksi.
Dengan kerjasama ini diharapkan perpustakaan akan selalu memberikan dan
menghidangkan sesuatu yang baru kepada pengunjung/pemustaka.
Ketiga,
setiap perpustakaan peserta arisan buku harus memiliki niat yang tulus
bahwa arisan buku merupakan sebuah sarana untuk membudayakan membaca.
Untuk itu pemenang arisan buku ditetapkan berdasarkan skala prioritas
dalam satu kerangka besar yaitu yang paling berpeluang untuk meledakkan
budaya membaca.
Perlu pula untuk dilihat, peserta mana yang harus
didahulukan untuk memperoleh arisan buku dalam rangka melahirkan
perpustakaan baru.
Arisan buku merupakan sebuah jembatan
perjuangan untuk menghubungkan budaya tuna buku dengan budaya gemar
buku. Peradaban tuna buku tak mungkin dipaksa langsung untuk melompat ke
peradaban gemar buku. Perlu jembatan penghubung agar proses revolusi
peradaban ini berjalan tanpa rasa sakit dan terpaksa.
1 Response to "Membangun Budaya Membaca dengan Arisan Buku "
Lanjutkan
Posting Komentar