Bahasa Menunjukkan (Karakter) Bangsa ?
Oleh : Romi Febriyanto Saputro
Orang bijak mengatakan bahwa bahasa menunjukkan bangsa.
Artinya, identitas kebahasaan suatu bangsa sangat menentukan kualitas suatu
bangsa. Bahasa Indonesia bagi negeri tercinta ini bukanlah sekedar alat
komunikasi tanpa jiwa. Bahasa Indonesia sesungguhnya adalah bahasa perjuangan
yang mampu memantik jiwa nasionalisme untuk meneriakkan kata “Merdeka” pada
tanggal 17 Agustus 1945.
Sumpah Pemuda yang diikrarkan oleh pemuda-pemudi dari
seluruh belahan bumi pertiwi pada tanggal 28 Oktober 1928 merupakan awal untuk
mewujudkan asa kemerdekaaan. Dalam janji setia ini diikrarkan untuk menjadi
satu dalam tanah air, bangsa, dan bahasa. Mozaik perbedaan dalam suku, agama,
ras, dan golongan telah disatukan dalam sumpah setia para pemuda ini.
Janji setia untuk berbahasa satu sesunggunya merupakan janji
suci yang ironisnya saat ini telah banyak dilupakan oleh generasi muda kita.
Kesadaran berbahasa generasi muda kita baru sebatas bahasa gaul dalam sms,
chatting, facebook dan twitter. Mungkin mereka lupa bahwa bahasa
tercinta ini dilahirkan dengan penuh pengorbanan darah, keringat, harta, dan
air mata.
Hakekat kemerdekaan bukan hanya dalam kedaulatan tanah air
dan bangsa melainkan juga mencakup bahasa. Menggunakan dan mencintai Bahasa
Indonesia dengan baik dan benar merupakan bentuk terima kasih kita atas
jasa-jasa para pahlawan dalam merajut benang-benang kemerdekaan.
Generasi muda yang saat ini begitu hanyut dalam gelombang
penyalahgunaan bahasa perlu bercermin di hadapan kaca benggala sejarah agar
muncul kesadaran di lubuk hati terdalam untuk berbahasa yang baik dan benar.
Tanpa harus meninggalkan ciri khas sebagai seorang pemuda yang selalu ingin
berekspresi dan bereksplorasi.
Pemuda dan remaja kita memang tak sepenuhnya salah dalam dosa
berbahasa ini. Boleh jadi tingkah laku mereka dalam berbahasa merupakan
cerminan kekecewaan terhadap golongan tua atau yang dituakan dalam mengelola
negeri gemah ripah loh jinawi.
Bahasa adalah sebuah kejujuran. Ironisnya, mereka yang saat
ini dipercaya rakyat untuk mengelola negeri ini dengan label eksekutif,
legislatif, dan yudikatif telah banyak melakukan dosa berbahasa. Bahasa
kejujuran telah tergilas bahasa kebohongan, bahasa amanah telah tergantikan
bahasa culas, dan bahasa membela rakyat telah larut dalam bahasa membela partai
dan golongan sendiri.
Menggunakan kekayaan Negara untuk kepentingan pribadi tidak
disebut mencuri melainkan korupsi. Seandainya dari dulu orang yang korupsi
disebut pencuri bukan koruptor mungkin akan sering muncul berita di koran
tentang para pencuri uang negara digebuki massa. Namun karena salah memberi
istilah akhirnya hanya maling ayam yang digebuki massa sedangkan koruptor di
beri fasilitas hotel di penjara.
Dalam kamus besar bahasa korupsi ada banyak bahasa yang
digunakan untuk melegalisasi praktik korupsi. Gratifikasi diberi istilah parcel
lebaran. Partisipasi instansi pemerintah untuk anggota dewan, penyisihan
anggaran untuk dana taktis, dan penghematan anggaran merupakan bahasa yang
sering dipakai oleh para koruptor.
Dalam kasus korupsi wisma atlet yang melibatkan Nazaruddin
dan kawan-kawan bahasa sandi digunakan untuk melancarkan praktik korupsi.
Sebagaimana diberitakan Tempo, kepada penyidik KPK, Rosa mengakui istilah pusat
kebugaran dan olahraga mengacu pada Kementerian Olahraga. Sedangkan instruktur
kebugaran menunjuk pada nama Sekretaris Kementerian Olahraga Wafid Muharam.
Nah, kasus Nazaruddin juga melibatkan buah-buahan. Rosa
menyebut duit sebagai semangka. Kisah semangka tertuang dalam percakapan Rosa
dengan Nazar yang terekam dalam pesan BlackBerry. Tempo memiliki salinan
percakapannya.
“Pagi, Pak. Bu Angie sepertinya marah karena sisa yang 3
kilonya tidak dipenuhi. Beliau bilang, yang saya minta kan yang lama. Beliau
sudah janji sama teman-temannya untuk diselesaikan yang lama,” kata Rosa pada
12 Mei 2010. 3 kilo? Ya, maksud Rosa adalah permintaan kekurangan commitment
fee sebesar Rp 3 miliar.
Buah
lain yang sudah terkenal adalah apel washington dan malang. Lihat dialog ini:
- Pagi ini, Bu…. Tapi apel washington ya, Bu.
+ Ok…. Berapa kilo?
- Satu kilo dulu karena stock-ku lagi habis.
+ Oke deh. Tapi kekurangannya apel malang saja ya.
Apel washington di sini artinya dolar sedangkan apel malang sama dengan rupiah.
- Pagi ini, Bu…. Tapi apel washington ya, Bu.
+ Ok…. Berapa kilo?
- Satu kilo dulu karena stock-ku lagi habis.
+ Oke deh. Tapi kekurangannya apel malang saja ya.
Apel washington di sini artinya dolar sedangkan apel malang sama dengan rupiah.
Sekali lagi, ternyata bahasa menunjukkan karakter bangsa,
bukan ?
Tulisan ini dimuat di Kompasiana, 25 September 2012
0 Response to "Bahasa Menunjukkan (Karakter) Bangsa ?"
Posting Komentar